Islam dan Kebebasan Beragama

Oleh: Kamil Falahi (Dosen Universitas Pamulang)

Di era ini, kita semua menyadari bahwa umat Islam dan Islam pada umumnya mendapat banyak perhatian negatif dari media. Salah satu penyebab utama liputan negatif tersebut adalah bahwa sebagian kecil dari mereka yang mengaku Muslim telah menjadi radikal dan berperilaku dengan cara yang benar-benar tercela, sembari mencoba membenarkan tindakan mereka yang penuh kebencian atas nama Islam. Akibatnya, banyak non-Muslim yang merasa keberatan dan takut terhadap Islam.

Bahkan, semakin banyak orang yang menganggap Islam sebagai ancaman dan agama yang mempromosikan ekstremisme dan kekerasan. Saya juga ingin meyakinkan dalam tulisan ini bahwa penggambaran negatif media tentang Islam sama sekali bertentangan dengan realitas agama tersebut.

Tindakan tercela dari kelompok atau individu tertentu yang menggunakan nama Islam untuk membenarkan kekerasan dan ekstremisme tidak ada hubungannya dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran Islam adalah tentang kedamaian, cinta, rekonsiliasi, dan persaudaraan. Bahkan, arti harfiah dari kata Arab ‘Islam’ adalah ‘perdamaian’. Jika nama dan dasar sebuah agama adalah perdamaian, maka mustahil bagi agama tersebut untuk mendukung atau mengizinkan apa pun yang merusak perdamaian dan kesejahteraan masyarakat.

Sebaliknya, ajaran agama tersebut harus menumbuhkan perdamaian dan menyebarkan cinta dan kasih sayang di antara umat manusia. Tentu saja, inilah yang telah kita pelajari dari Al-Quran, yang merupakan Kitab Suci kita dan sumber hukum dan ajaran Islam yang paling otentik. Dari awal hingga akhir, Al-Quran adalah kitab perdamaian yang mengabadikan nilai-nilai kemanusiaan universal dan hak asasi manusia. Ajarannya berusaha untuk menyatukan umat manusia di bawah panji kemanusiaan dan menjamin hak setiap individu untuk hidup dengan kebebasan, kesetaraan, kebebasan, dan keadilan.

Di dalam Al-Quran tertulis bahwa Allah SWT mengutus para nabi ke dunia agar mereka menanamkan nilai-nilai dasar kemanusiaan dan mengajarkan moralitas. Mereka diutus untuk membangun hubungan antara Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaan-Nya serta untuk menarik perhatian umat manusia agar saling memenuhi hak-hak satu sama lain. Sebagai umat Muslim, kita percaya bahwa untuk memenuhi tujuan-tujuan besar ini, Tuhan Yang Maha Esa mengutus para Utusan-Nya ke semua bangsa dan sejarah agama-agama besar membuktikan fakta bahwa semua Nabi mempraktikkan dan mengajarkan standar moralitas dan kebajikan tertinggi.

Oleh karena itu, ajaran Islam menyatukan umat manusia dan menumbuhkan semangat saling mencintai dan menghormati di antara semua orang, tanpa memandang latar belakang ras, agama, atau sosial. Islam adalah agama yang meruntuhkan penghalang dan mendorong dialog yang damai dan toleran. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi seorang Muslim sejati untuk menganiaya atau menentang agama lain atau para pengikutnya. Di mana pun, dan kapan pun, Islam tidak pernah mempromosikan ekstremisme atau mendorong kekerasan dalam bentuk apa pun.

Di mana pun dan kapan pun seorang Muslim melakukan serangan teroris atau menunjukkan jenis radikalisme atau perilaku fanatik apa pun, itu hanya karena ia telah menyimpang sepenuhnya dari ajaran Islam. Orang-orang dengan tindakan seperti itu hanya akan mencemarkan nama baik dan menodai nama Islam yang murni. Di dalam surah pertama Al-Qur'an, Allah SWT telah menyatakan bahwa Dia adalah 'Tuhan Semesta Alam', yang menyediakan dan memelihara semua umat manusia.

Ini berarti bahwa Allah adalah Pemberi dan Pemelihara semua orang, terlepas dari iman atau kepercayaan mereka. Berkat kasih karunia dan kebajikan Allah SWT, bahkan mereka yang mengingkari keberadaan-Nya atau tidak beragama pun menuai berkah dan buah dari dunia ini. Oleh karena itu, ketika Al-Qur'an menyatakan Allah SWT sebagai 'Tuhan Semesta Alam', Al-Qur'an juga menyatakan-Nya sebagai Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Demikian pula, di dalam Al-Qur'an, Allah SWT telah menyatakan Pendiri Islam, Nabi Suci Muhammad (saw) sebagai 'rahmat bagi seluruh umat manusia'.

Tanpa diragukan lagi, di setiap momen kehidupannya, Nabi Islam (saw) menunjukkan cinta dan rasa hormat yang besar kepada semua orang. Hati beliau yang murni dan mulia dipenuhi dengan belas kasih dan, setiap saat, beliau mengupayakan perbaikan umat manusia dan berusaha meringankan penderitaan orang lain. Beliau mengajarkan para pengikutnya untuk menghormati dan menghargai seluruh umat manusia. Misalnya, pada suatu kesempatan, Nabi Suci Muhammad (saw) sedang duduk, tetapi segera berdiri sebagai tanda penghormatan ketika beliau melihat prosesi pemakaman lewat. Atas hal ini, salah seorang sahabat beliau menyebutkan bahwa almarhum adalah seorang Yahudi dan bukan seorang Muslim. Mendengar hal ini, Nabi Islam (saw) bertanya, bukankah dia manusia?

Hal ini mencerminkan cinta di dalam hatinya untuk seluruh umat manusia. Hal ini juga menunjukkan bagaimana beliau membimbing para pengikutnya untuk memperlakukan orang-orang dari semua agama dan kepercayaan dengan kasih sayang dan bersikap peka serta menghormati perasaan dan kebutuhan mereka. Lebih jauh, banyak orang mempertanyakan apakah Islam menganjurkan kebebasan beragama.

Untuk menjawabnya, baiklah, izinkan saya menyampaikan satu kejadian lagi dari masa Nabi Muhammad saw.

Suatu ketika, sekelompok orang Kristen dari kota Arab Najran datang menemui Nabi Muhammad saw di Madinah. Setelah beberapa lama, orang-orang Kristen itu menjadi gelisah dan Nabi Muhammad saw bertanya apakah ada yang tidak beres. Sebagai tanggapan, orang-orang Kristen itu memberi tahu beliau bahwa sudah waktunya mereka beribadah, tetapi mereka tidak memiliki tempat yang layak untuk melaksanakan salat atau ritual mereka. Atas hal ini, Nabi Muhammad saw mengundang orang-orang Kristen untuk beribadah di masjid beliau sendiri di Madinah, sesuai dengan adat dan cara mereka.

Melalui sikap yang murah hati dan dermawan ini, Nabi Muhammad saw memberikan contoh abadi tentang toleransi, kebebasan beragama, dan kebebasan beribadah bagi seluruh umat manusia. Meskipun demikian, sebagian orang mempertanyakan mengapa umat Muslim awal melakukan peperangan atau pertempuran. Maka, saya tegaskan bahwa di mana pun Islam mengizinkan penggunaan kekerasan, kekerasan tidak pernah dilakukan untuk menaklukkan wilayah atau memaksa orang menerima Islam. Sebaliknya, ketika Al-Qur'an mengizinkan umat Islam awal menggunakan kekerasan, dengan tegas disebutkan bahwa izin tersebut diberikan untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan, serta menjamin terwujudnya kebebasan sejati beragama dan berkeyakinan.

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved