Abdul Karim Al-Jili dan Apresiasi Terhadap Doktrin Trinitas Kristen Dalam Kitab Al-Insan Al-Kamil (Part II)

Telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya bahwa al-Jili mengklaim umat Kristen telah keliru memahami doktrin trinitas yang sesungguhnya. Namun tidak seperti keyakinan Kristen pada umumnya yang berkeyakinan bahwa Allah itu Bapa, Putera dan Roh Kudus, doktrin trinitas dalam perspektif al-Jili ialah keyakinan bahwa Allah itu Bapa, Ibu dan Putera. Terkadang trinitas oleh al-Jili didefinisikan sebagai keyakinan bahwa Allah itu Ibu, Putera dan Roh Kudus.

Jadi dalam al-Insan al-Kamil, Bapa terkadang oleh al-Jili disebut juga sebagai Roh Kudus sebagaimana Putera yang terkadang disebut sebagai metafor bagi al-Kitab atau Firman dan metafor bagi wujud murni. Ibu juga kadang diartikan sebagai metafor bagi inti zat dan terkadang pula diartikan sebagai metafor bagi esensi hakikat. Sementara Roh Kudus menurut al-Jili ini ialah roh semesta yang tak tercipta dan itu artinya Allah juga.

Dalam pandangan al-Jili, kesalahpahaman umat Kristen terletak pada keyakinan bahwa Allah itu Bapa, Ibu dan Putera dalam pengertian seperti apa adanya dan tidak menjadikan masing-masing oknum dalam trinitas ini sebagai metafor bagi nama Allah, esensi hakikat dan wujud mutlak. Selain itu, kesalahan mereka juga terletak pada pembatasan manifestasi Allah ke dalam tiga oknum biologis: Ibu, Putera dan Roh Kudus.

Menariknya, kesalahpahaman terhadap doktrin trinitas oleh umat Kristiani ini hanya disebut al-Jili sebagai keyakinan yang batil dan tidak dinilainya sebagai bentuk kemusyrikan. Bahkan al-Jili sendiri - seperti yang dapat kita lihat di bagian awal artikel ini - menegaskan fa kana syirkuhum ‘ainat tauhid (kemusyrikan umat Kristiani masih dalam koridor tauhid). Dengan kata-kata lain kemusyrikan umat Kristiani masih termaafkan.

Lebih jauh lagi, untuk makin mempertegas kemungkinan termaafkannya kemusyrikan umat Kristen akibat kesalahpahaman terhadap doktrin trinitas ini, Abdul Karim al-Jili kemudian mengutip ayat Alquran yang inti pesannya ialah permohonan ampun yang dilakukan oleh Yesus Kristus kepada Allah untuk umatnya yang salah paham, yang keliru telah mempertuhankan dirinya, ibunya dan Roh Kudus. Kesalahan itu dilakukan karena kekurangpahaman mereka terhadap doktrin  ilahi yang diajarkan Yesus Kristus, yakni trinitas, doktrin yang selalu mengawali ayat-ayat Injil dengan lafal: dengan menyebut nama Bapa, Ibu dan Putera.

Al-Jili kemudian memperkuat lagi dengan pernyataan bahwa karena telah mengetahui kemungkinan umat Kristen layak mendapat ampunan, Yesus Kristus tentunya memohonkan ampunan kepada Allah bagi mereka. Jadi jika telah tahu bahwa dosa seseorang tidak mungkin terampuni, seorang nabi tentunya tidak akan memintakan ampunan. Ini seperti halnya yang dilakukan oleh  nabi Ibrahim ketika mendoakan ayahnya agar diampuni oleh Allah. Namun karena tahu bahwa Allah tidak akan mengampuninya, nabi Ibrahim akhirnya berhenti mendoakannya.

Nah umat Kristiani nasibnya tidak seperti ayahnya nabi Ibrahim. Umat Kristiani bagi al-Jili masih mendapat kemungkinan terkabulnya doa Yesus Kristus dan terampuninya dosa-dosa mereka.

Al-Jili kemudian menyebutkan ayat Alquran yang masih berkenaan dengan umat Kristen: haza yaumu yanfa’u as-sadiqun sidquhum (Inilah hari ketika ketulusan mereka akan mendatangkan keberuntungan/keselamatan). Ayat ini oleh al-Jili ditafsirkan demikian, yakni, meski umat Kristen yakin bahwa ajaran yang mereka anut itu benar dalam persepsi mereka dan bukan karena hawa nafsu mereka, padahal ajaran tersebut sangat keliru dan bertentangan dengan ajaran sebenarnya dari Injil, mereka tetap berhak mendapat ampunan dari Allah.

Ayat ini, dalam pandangan al-Jili, menunjukkan terkabulnya doa yang dipanjatkan oleh Yesus Kristus kepada Allah di akhirat nanti, permohonan ampun bagi umatnya yang keliru telah memahami doktrin trinitas, yang sejatinya jika ditafsirkan secara benar, masih termasuk ajaran mengenai keesaan Tuhan. Untuk itu, kita coba kutipkan penjelasan Abdul Karim al-Jili terkait persoalan ini dari kitab al-Insan al-Kamil:

....إشارة لعيسى عليه السلام بإنجاز ما طلب، يعني أنهم لما كانوا صادقين في أنفسهم لتأويلهم كلامي على ما ظهر لهم، ولو كانوا على خلاف ما هو الأمر عليه نفعهم عند ربهم ولا عند غيره، لأن الحكم عليهم بالضلال عندنا ظاهر الأمر عليه في نفسه، ولهذا عوقبوا به، ولما كان مآلهم إلى ما هم عليه به مع الله من الحق، وهو اعتقادهم في أنفسهم حقيقة ذلك، فصدقهم في ذلك الاعتقاد نفعهم عند ربهم حتى آل حكمهم إلى الرحمة الإلهية.

Ayat ini merupakan pertanda bagi Yesus Kristus akan terkabulnya permintaan ampunannya bagi umat Kristen, yakni karena umat Kristen telah tulus dan tidak terbawa nafsu ketika menafsirkan firman Allah sesuai dengan kadar kemampuan mereka dan meski tafsiran ini tidak sesuai dengan kebenaran, tetap saja ketulusan mereka (dalam menafsirkan firman Allah) akan mendatangkan keselamatan dalam pandangan Allah,  bukan dalam pandangan selain-Nya. Dalam pandangan kita, jelas keyakinan mereka tentang trinitas tetap salah dan seharusnya mendapat siksa. Namun, karena yang dilihat ialah ketulusan mereka terhadap ajaran Allah, tentunya ketulusan ini akan membawa mereka kepada rahmat-Nya (baca: bukan keyakinan yang salah)”.

Ternyata dalam pandangan al-Jili keyakinan keliru soal trinitas tidak menjadi pertimbangan disiksanya umat Kristen. Al-Jili bahkan menegaskan bahwa ketulusan dalam usaha mencari kebenaran ajaran ilahi lah yang menjadi standar untuk masuk ke dalam rahmat ilahi, dan umat Kristen masuk ke dalam golongan yang mendapat rahmat ilahi ini.

Lebih jauh lagi, selain mentolerir kesalahpahaman dalam doktrin trinitas,  al-Jili menegaskan bahwa umat Kristen secara doktrin sangatlah dekat dengan Yang Maha Benar. Untuk mengakhiri artikel ini, ada baiknya kita kutipkan penilaian al-Jili yang mengejutkan tentang umat Kristiani:

أما النصارى فإنهم أقرب من جميع الأمم الماضية إلى الحق تعالى

Umat Kristen ialah umat yang lebih dekat dengan Allah dibanding umat agama lainnya.

Tentunya dengan titik tekan bahwa umat nabi Muhammad ialah yang paling terdekat dengan Allah di atas umatnya Yesus Kristus. Allahu A’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved