Apa itu Filsafat Bahasa? Ulasan terkait Tiga Aliran Besar
Filsafat bahasa memiliki tiga fokus utama dalam pendekatannya; pertama, filsafat analitik yang berbasis positivisme logis. Dari aliran ini, kita kenal nama-nama filosof besar seperti Frege, Wittgeinstein Awal, Karnap dan Bertrand Russel. Filsafat bahasa di tangan para filosof analitik ini fokus membahas persoalan makna dan kebenaran, makna dan referen yang dirujuk, logika dan seterusnya. Pengaruh matematika dan fisika sangatlah kental dalam menjelaskan teori makna dalam aliran analitik ini.
Singkatnya, aliran ini mencoba mendekati bahasa dari fungsi logisnya, yakni bahasa yang digunakan secara logis dalam bentuk penilaian, pernyataan dan representasi. Karena paradigma positivistik yang sangat kuat pada aliran ini, bahasa sering dilihat sebagai entitas objektif yang menampilkan kenyataan seperti apa adanya. Dari aliran ini pula kita dapat temukan teori deskripsionis dan teori proper name yang dikenalkan oleh Bertrand Russel.
Kedua, filsafat bahasa fokus kepada analisis penggunaan bahasa (language in use). Dalam pemikiran aliran ini, bahasa tidak dilihat sebagai relasi antara bentuk dan substansi dalam bingkai korespondensi, koherensi dan referensi seperti yang dilakukan oleh aliran pertama.
Kerangka pikir yang melandasi aliran ini ialah penekanannya lebih ke arah fungsi pragmatis ketimbang fungsi logis bahasa. Ini tercermin misalnya pada pergeseran orientasi Wittgeinstein yang awalnya menekankan fungsi logis bahasa dan pada tahap selanjutnya menjadi lebih banyak memfokuskan diri pada fungsi pragmatis bahasa.
Jadi bahasa di sini dalam pandangan Wittgenstein dikaitkan dengan fungsi pragmatiknya. Tokoh terkenal yang mengikuti kerangka pikir Wittgenstein ialah Austin. Austin inilah yang menancapkan tradisi fungsi bahasa dalam dunia komunikasi dan peletak dasar teori-teori maksim dan teori tindak tutur (speech act) dalam salah cabang linguistik yang disebut pragmatik.
Ketiga, aliran konstruksionis. Aliran ini memfokuskan perhatiannya pada persoalan bahasa dan wacana, bahasa dan penafsiran, relasi bahasa dan ideologi serta relasi bahasa dan kuasa (power).
Aliran konstruksionis ini dapat kita baca pada pemikiran-pemikiran Paul Riceour, Jacques Derrida, Rifaterre, Michel Foucault dan para pemikir yang berada di bawah arus pemikiran strukturalisme dan post-strukturalisme, para pemikir yang berada di bawah naungan hermeneutika moderat dan hermeneutika radikal serta para pemikir yang berasal dari tradisi linguistik kritis dan analisis wacana kritis.
Ketiga aliran ini semuanya disatukan oleh satu titik poin permenungan, yakni, analisis bahasa dan makna namun tentunya dengan titik tekan pemikiran yang berbeda-beda; Aliran pertama menekankan fungsi logis dalam relasi antara bahasa dan makna, aliran kedua menelisik lebih jauh fungsi pragmatik bahasa dalam komunikasi, dan aliran ketiga memfokuskan perhatiannya kepada relasi bahasa dan berbagai kepentingan subjektif manusia seperti ideologi, kuasa, logos dan seterusnya.
Karena itu, gerakan tiga aliran ini pada tahap selanjutnya dinamakan sebagai linguistic turn. Istilah ini sebenarnya muncul dari seorang filosof besar bernama Richard Rorty yang berasal dari tradisi analitik. Rorty menyebut aliran filsafat yang berfokus kepada bahasa dan logika ini sebagai linguistic turn.
Namun istilah ini lama-kalamaan memiliki kehilangan makna awalnya yang merujuk kepada filsafat analitik. Istilah ini di tahap selanjutnya mengandung arti gerakan ketiga aliran yang telah disebut di atas. Jadi linguistic turn sering disebut sebagai era baru dalam Filsafat Barat abad ke-20 yang banyak memokuskan perhatiannya kepada bahasa, pengguna bahasa dan dunia, baik dari aliran analitik, pragmatik maupun konstruksionis.
Peneliti Dialektika Institute for Culture, Religion and Democracy