Catatan Kritis terhadap Ulasan Shlomo Pines tentang Madzhab Atomisme Islam
Dalam ilmu kalam, para teolog muslim baik dari kalangan Muktazilah maupun dari kalangan al-Asy’ariyyah telah merumuskan suatu bangunan pemikiran yang fundamental bagi argumen mengenai keberadaan Tuhan. Asas fundamental tersebut sering disebut oleh para orientalis sebagai teori atomisme Islam.
Orientalis terkenal yang mencoba menelisik lebih jauh teori atomisme Islam dan keterpengaruhannya dengan pandangan para pemikir Yunani dan India bernama S. Pines, seorang orientalis berdarah Yahudi yang juga pakar dalam filsafat Musa bin Maymun. Pines punya buku menarik terkait persoalan ini yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Abdul Hadi Ruwaid dengan judul Madzhab ad-Dzurrah Inda al-Muslimin wa Alaqatuhu bi Madzahib al-Yunan.
Dari judulnya saja sudah dapat kita tebak arah dan orientasi pemikiran yang ada dalam benak Pines ketika membahas soal atomisme dalam Islam. Pines seolah ingin menegaskan melalui pendekatan filologisnya bahwa pemikiran apapun tidak lahir dari kekosongan melainkan pastinya sudah mendapat inspirasi atau keterpengaruhan dari pemikiran lainnya. Pines menegaskan bahwa atomisme Islam lahir dari keterpengaruhanya dari dunia luar, terutama Yunani dan India.
Karena itu, jika dilihat secara orisinalitas, teori atomisme dalam Islam bagi Pines bukanlah teori baru melainkan sudah memiliki presedennya dalam kebudayaan Yunani dan India.
Dengan kata-kata lain, Pines tidak membahas pemikiran teolog muslim tentang atomisme dalam bingkai kebudayaan Islam. Pines juga tidak membahas atomisme sebagai teori yang mendapatkan makna dan signifikansinya dari keseluruhan komponen kebudayaan Islam yang masing-masingnya memainkan peranan tersendiri di dalamnya.
Tujuan utama Pines dalam membahas teori atomisme Islam ialah mengungkap apa yang Yunani atau apa yang India dalam pemikiran-pemikiran para teolog atau filosof muslim. Dengan demikian, fokus utama pembahasan Pines ialah aspek eksternal teori atomisme bukan aspek internalnya, sebuah teori yang lahir dalam bingkai ilmu kalam.
Buku Madzhab Dzurrah ini terdiri dari tiga pokok pikiran utama; pertama, aliran atomisme dalam ilmu kalam; kedua, pandangan ar-Razi tentang atomisme dan sumber-sumbernya; ketiga, sumber-sumber aliran atomisme dalam ilmu kalam.
Ketika membaca buku ini, kita akan terkesan kagum dengan derasnya data-data dari berbagai sumber yang sebagian besarnya berbentuk manuskrip-manuskrip yang belum pernah diterbitkan. Selain itu, kita juga akan dibuat kagum dengan banyaknya footnote, perbandingan dan rujukan yang menunjukkan pengetahuan luas, ketelitian ilmiah dan ambisi keilmuan Pines yang begitu besar.
Namun kesan ini akan hilang dengan sendirinya jika kita membaca karya Pines ini dengan kritis. Catatan utama berkenaan dengan buku ini ialah bahwa ketika membacanya, kita akan disuguhkan bukan hanya pandangan para pemikir Islam melainkan juga para pemikir Yunani dan India. Dengan kata-kata lain, pandangan para pemikir muslim dibaca bukan melalui bingkai kebudayaan Arab Islam yang melahirkannya melainkan melalui pandangan para pemikir Yunani dan pemikir India.
Ada dua tesis utama yang ingin dibela mati-matian oleh Pines;
Pertama, meragukan pandangan bahwa pandangan para teolog muslim mengenai atomisme ini berasal dari Yunani atau aliran-aliran filsafat yang merupakan kepanjangan tangan dari filsafat Yunani. Pandangan mengenai asal-usul keyunanian teori atomisme Islam ini sebelum dikritik Pines dipegang oleh Oto Britzel, seorang orientalis berkebangsaan Jerman.
Sambil menawarkan pandangan alternatif untuk asal muasal Yunani ini, Pines menegaskan bahwa justru pandangan para teolog muslim berkenaan dengan teori atomisme sangat berdekatan dengan pandangan para pemikir India jika tidak dikatakan sebagai mirip atau identik. Untuk memperkuat klaim ini, dalam buku Madzhab ad-Dzurrah, Pines mengemukakan pandangan para pemikir India soal atomisme secara detail berikut dengan data-data yang diambil dari manuskrip-manuskrip kuna.
Kedua, soal sumber literatur yang digunakan dalam filsafat ar-Razy terutama berkenaan dengan pandangannya mengenai bagian yang tak bisa dibagi-bagi lagi (baca: atomisme), Pines menegaskan bahwa pemikiran ar-Razy dalam hal ini banyak mendapat inspirasinya dari Plato dan Demokritos.
Simpulnya, buku Madzhab adz-Dzurrah ini mempertegas adanya pengaruh kebudayaan India dan Yunani terhadap teori atomisme yang muncul di kalangan para teolog muslim.
Mungkin kita akan bertanya-tanya soal apa untungnya Pines memirip-miripkan teori atomisme para teolog Muslim dengan teori atomisme para pemikir India? Kita juga akan bertanya-tanya soal kemungkinan ar-Razy banyak menimba inspirasinya soal atomisme dari Plato dan Demokritos?
Kenyataannya, keuntungan tersebut bukan untuk kita sebagai muslim yang menjadi address atau sasaran dari bukunya Pines. Dan memang buku Pines ini lahir di Barat dan diproduksi di sana. Karena itu, Barat lah yang menjadi sebagai address utama bagi percikan-percikan pemikiran yang ada dalam bukunya ini. Dan seperti lazimnya para pemikir yang menganut Arya sentris, usaha yang dilakukan Pines dalam mengembalikan asal-muasal teori atomisme ini ke India tidak lain hanyalah ambisi untuk menahbiskan superioritas nalar bangsa Arya (dimana India termasuk ke dalam bangsa Arya ini) di atas nalar bangsa semit. Demikianlah Pines menegaskan bahwa pandangan-pandangan para teolog Muslim berkenaan dengan teori atomisme yang benar-benar murni sebagai pemikiran orisinil Islam sangat sulit untuk dipertahankan. Inilah keuntungan yang bisa dipetik dari usaha untuk mengembalikan atau mendasarkan teori atomisme menurut para teolog muslim ke asal-usul India-Arya.
Sedangkan keuntungan yang bisa dipetik Pines dari bagaimana ar-Razy banyak menimba inspirasi dari Plato dan Demokritos dapat kita lihat dalam kutipan berikut (karena keterbatasan sumber, penulis mengutipkan dari versi bahasa Arabnya):
وعلى هذا فلقد كان الرازي متمسكا عن شعور منه بما أثر عن أفلاطون ويحاول أن يعارض به آراء أرسطو، وكان هو أو سلفه يحاول أن يدخل فيه آراء أخرى خصوصا للفلاسفة الذين تقدموا سقراط.
“Atas dasar ini, ar-Razy secara sadar berpegang teguh dengan pandangan-pandangan Plato serta berusaha untuk menolak pandangan-pandangan Aristoteles. Ar-Razy atau pemikir Islam sebelumnya berusaha untuk memasukkan pandangan-pandangan para filosof lainnya dari masa pra Sokrates.”
Setelah menjelaskan soal pengaruh Plato dan aliran-aliran filsafat pra-Sokrates atas filsafat ar-Razy ini, kemudian Pines mengatakan:
على أننا لو أردنا أن نقدر القيمة الحقيقية لما يتضمنه مذهب الرازي ونعين مكانه في تاريخ العلم، لكان أهم ما يظهر لنا، ناحية أخرى وهي أن الرازي يبدو واحدا من الذين واصلوا حمل التراث المتصل بمذاهب الجوهر الفرد القديم...
“Jika kita ingin meletakkan pemikiran ar-Razy dalam sejarah ilmu pengetahuan, akan lebih tepat jika teolog Islam ini diposisikan sebagai salah seorang pemikir yang melanjutkan warisan aliran-aliran atomisme kuna…”
Setelah mempertegas soal bagaimana ar-Razy ini banyak menimba inspirasinya dari para filosof Yunani kuna, Pines kemudian menahbiskan ar-Razy sebagai salah seorang pemikir besar yang melanjutkan pemikiran Demokritos tentang atomisme. Pines menjelaskan:
فيجب أن نعتبر الرازي منذ الآن علما من أكبر الأعلام في تاريخ التراث الديمقريطي خلال مدة استمرت ما يقرب من ألف عام كاد أن يكون هذا التراث نسيا منسيا.
“Selayaknya sekarang ini kita menanggap ar-Razy sebagai salah seorang pemikir besar dalam sejarah warisan Demokritos yang lebih dari seribu tahun hampir-hampir saja dilupakan banyak orang.”
Melestarikan warisan pemikiran Demokritos – yang termasuk ke dalam warisan pemikiran Yunani-Eropa – ialah penghargaan yang dapat diberikan kepada ar-Razy dalam usahanya merumuskan kembali teori atomisme.
Singkatnya, Shlomo Pines dalam Madzhab adz-Dzurrah ini ingin meneguhkan kembali kesinambungan pengetahuan Barat, terutama soal teori atomisme dan karena itu, jelaslah bahwa orientalis sekaliber Pines ini sekalipun kuat dalam metodologi filologisnya dengan sendirinya telah terjebak atau paling tidak ia terkungkung di dalam apa yang disebut para teoretikus Poskolonial sebagai Ego-sentrisme. Pines terlampau mempercayai superioritas nalar bangsa Arya atas bangsa Semit dan itu terbukti lewat tulisan-tulisannya yang mempertegas pandangan demikian.
Dan tentunya, penilaiannya atas keterpengaruhan para teolog Muslim dengan teori atomisme Yunani atau India sangat lah biased dan terkesan tidak objektif. Allahu A’lam.
Peneliti Dialektika Institute for Culture, Religion and Democracy