Islam dan Mata Uang Digital (Cryptocurrency)

Keberadaan Cryptocurrency atau sering dikenal dengan mata uang digital/virtual semakin tak terbendung. Tidak saja digunakan sebagai transaksi elektronik atau online, sektor investasi dan trading bursa sahama juga valuta asing mulai menggunakan crypto currency.

 

 

Mata uang virtual atau digital sangat diminati karena mengalami peningkatan nilai yang cukup luar biasa. Peningkatan nilai yang cukup signifikan ini mengundang banyak kalangan untuk melakukan transaksi jual beli mata uang digital ini dan tidak sedikit juga yang memanfaatkannya dalam investasi.

Salah satu contoh adalah bitcoin, mata uang virtual yang cukup populer dan mengalami peningkatan nilai luar biasa dan menjadi tonggak kesuksesan mata uang crypto.

Lantas, bagaimana Islam memandang mata uang crypto? Bagaimanaa sisi hukum Islamnya? Dan bagaimana pendapat ulama menyikapi crypto?. Tentu ini pertanyaan yang sudah sangat familiar kita dengar. Mari kita urai secara perlahan.

Uang dalam Islam

Jika kita lihat sejarah, mata uang yang direkomendasikan dalam ekonomi Islam adalah dinar (emas) dan dirham (perak).

Dinar merupakan koin emas berkadar 22 karat dengan berat 4,25 gram dan dirham adalah koin perak murni dengan berar 2.975 gram yang standar atas itu telah ditetapkan Rasulullah SAW pada tahun 1 Hijriyah.

Khalifah Umar ibn Khattab kemudian melanjutkan pada tahun 18 Hijriyah dan pada saat itu untuk pertama kalinya koin dirham dicetak. Dinar emas pertama kali dicetak oleh Malik ibn Marwan pada tahun 70 Hijriyah dengan tetap mengacu pada ketentuan yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dan Umar ibn Khattab.

Jika kita lihat secara umum, ada dua pendapat para ahli hukum Islam terkait mata uang. Pendapat pertama mengatakan bahwa uang adalah suatu bentuk yang diciptakan terbatas pada dinar dan dirham untuk dicetak sebagai mata uang.

Hal ini didasarkan pada argumen bahwa Allah telah menciptakan emas dan perak untuk menjadi mata uang yang dijadikan sebagai alat ukar dan tolak ukur nilai.

Pendapat kedua adalah pendapat yang mengatakan bahwa uang adalah masalah terminologi dan oleh karena itu, segala sesuatu apapun dalam terminologi manusia dan dapat diterima diantara mereka sebagai tolak ukur nilai maka itu disebut sebagai uang.

Banyak dari ekonom muslim sepakat atas pendapat kedua yang mengatakan bahwa uang adalah persoalan terminologi dan uang itu maknanya adalah segala sesuatu yang beredar sesuai dengan kegunaannya dan menjadi penerimaannya.

Pendapat Ulama

Jika kita kontekskan dengan Cryptocurrency, ada beberapa pendapat ulama terkait ini. Pertama, mata uang crypto memiliki unsur gharar (spekulasi yang merugikan orang lain) karena fluktuatifnya nilai mata uang crypto.

Hal ini juga diperkuat dengan argumen terkait sebab keberadaannya yang tidak memiliki aset pendukung dan tidak ada yang bisa melakukan kontrol atas harganya sehingga spukalasi terlalu tinggi dan menjadikan mata uang crypto haram hukumnya.

Hal ini juga Ini diperkuat dengan Fatwa MUI No 13 Tahun 2011. Pendapat ini sebenarnya juga bisa ditempatkan pada emas dan perak, karena emas dan perak serta mata uang lainnya juga terkandung sifat yang seperti ini. Bedanya, mata uang konvensional serta emas dan perak memiliki bentuk fisik sedangkan mata uang crypto adalam mata uang digital yang tidak memiliki fisik namun tetap memiliki nilai.

Mata uang crypto dilindungi oleh teknologi blockchain yang diakui sebagai teknologi revolusioner yang sangat baik dalm menjaga keamanan mata uang crypto.

Jika kita lihat lebih lanjut, para ulama pada zaman dahulu telah memberikan kriteria terkait uang, dimana uang adalah alat tukar, memiliki dasar ukuran dan penyimpan nilai.

Kriteria yang disampaikan oleh para ulama sebelumnya tersebut sejalan denga napa yang disampaikan oleh para ekonom modern, diaman uang memiliki kriteria sebagai alat tukar, diterima umum sebagai alat pembayaran, memiliki dasar ukuran dan penyimpanan nilai.

Syekh Taqi Usmani, ulama kontemporer bermazhab Hanafi memberikan perbedaan terkait uang dan komoditas. Menurutnya, pertama, uang tidak memiliki nilai intrinsic, namun boleh dimanfaatkan untuk membeli kebutuhan dasar manusia sedangkan komoditas perlu memiliki nilai intrinsik dan bisa dimanfaatkan tanpa harus dipertukarkan dengan benda atau lainnya. Kedua, komoditas bisa memiliki kualitas dan atribut fisik berbeda sedangkan uang tidak terkait pada kualitas dan atribut fisik.

Itu sebabnya tidak boleh ada perbedaan nilai antar uang yang sudah “usang” dengan uang yang baru saja dicetak oleh bank.

Ketiga, dalam transaksi jual beli komoditas, benda yang ditransaksikan mesti persis saat ia berpindah tangan. Kita ambil contoh seperti saat membeli kendaraan dengan spesifikasi tertentu, maka saat itu diserahterimakan maka penjual dilarang untuk mengganti mobil lain meskipun spesifikasinya sama.

Dari penjelasan di atas, pendapat ulama bisa disebut terbagi terkait cryptocurrency ini. Ulama yang mengatakan haram bersumber pada argumen bahwa mata uang crypto diciptakan hanya didasarkan atas kode yang di program dalam jaringan dan tidak memiliki underlying.

Argument lainnya menyebutkan bahwa mata uang ini tidak disahkan oleh pemerintah dan tidak ada yang bisa mengkontrol peredarannya. Mata uang ini juga cendrung dimanfaatkan untuk kegiatan money laundry atau dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak baik.

Harga mata uang ini yang sangat fluktuatif dan tidak stabil serta mengandung unsur spekulatif yang tinggi juga menjadi basis atas keharaman mata uang crypto.

Pendapat kedua adalah pendapat yang cendrung membolehkan atau menghalalkan mata uang digital ini. Adapun argument yang disampaikan adalah didasarkan pada alas an muamalah, diaman hukum dasar segala sesuatu itu adalah boleh selama tidak melanggar ketentuan dasar syariat dan mata uang ini juga sejalan dengan kriteria yang telah dibuat oleh para jumhur ulama.

Argument lain yang disampaikan terkait pembolehan mata uang ini adalah bahwa pada prinsipnya mata uang fiat hari ini juga dicetak tanpa underlying seperti yang dijadikan alasan oleh kalangan yang mengharamkan, khususnya saat Amerika melepaskan diri dari standar emas dalam pencetakan US dollar.

Nilai tukar fiat juga tidak stabil dan fluktuatif bahkan uang juga digunakan sebagai alat spekulasi dan juga digunakan dalam banyak tindakan illegal dan kriminal.

Maka atas dasar tersebut, ulama melihat tidak adanya perbedaan yang signifikan atas uang fiat resmi dan cryptocurrency.

Namun, terkait pada legalitas dari pemerintah, ulama sepakat bahwa penting untuk adanya legalitas dari pemerintah dan jika pemerintah melegalkan maka tidak ada persoalan terkait keharaman dan kehalalalan atas mata uang digital ini.

 

Reaksi Penolakan

Namun, kehadiran mata uang virtual ini juga mengundang reaksi yang cukup beragam. Beberapa negara bahkan menolak mata uang crypto dugunakan dalam transaksi, seperti yang terjadi di Rusia, Islandia dan beberapa negara lain.

 

Khusus Indonesia, penggunaan mata uang crypto memang belum di atur dalam undang-undang meskipun beberapa mata uang serta broker telah mendapatkan legalitas Bappebti.

 

Cryptocurrency memang merupakan alat transaksi yang cukup mudah untuk digunakan, namun potensi menjadi gharar karena mengandung ketidakpastian dan tidak diketahui bentuk fisiknya menyumbang pro dan kontra di dalamnya, khususnya dalam perspektif Islam.

Alat Transaksi

Dalam sejarah perdagangan mencatat, bahwa manusia banyak menggunakan berbagai cara untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Lebih sederhananya pada masa peradaban, manusia menggunakan sistem barter dalam jual beli.

Namun, seiring berjalannya waktu dalam perkembangan zaman sistem ini pun bermasalah dalam sistem transaksi, sehingga muncullah ide alternatif alat tukar untuk memudahkan jual beli yaitu uang.

Uang inilah yang dijadikan sebagai alat transaksi jual beli agar transaksi menjadi lebih mudah dibandingkan dengan sistem barter.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu perkembangan zaman kembali lebih meningkat yang mengakibatkan kebutuhan masyarakat, kecepatan, kemudahan lebih meningkat pesat. Hal ini membuat adanya uang kertas memilki keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Bank Indonesia juga membagi sistem pembayaran menjadi dua, yaitu tunai dan non tunai. Tunai merupakan sistem pembayaran melalui uang kertas, sedangkan non tunai melalui uang elektronik, nota debet dan lain-lain. Sistem pembayaran non tunai hari ini lebih cenderung digunakan oleh masyarakat saat ini.

Makin Populer

Masyarakat dalam mengoleksi bitcoin, salah satu koin crypto dengan kode BTC yang cukup populer hari ini pun pada awalnya masih sangat kecil.

Namun, seiring berjalannya waktu, bitcoin dan mata uang kripto lainnya yang muncul setelahnya sudah banyak diminati masyarakat secara luas.

Khusus di Indonesia, pada tahun 2013 saat itu harga bitcoin perkeping hanya Rp.3.000.000-. beberapa bulan belakangan bitcoin per keping dijual mencapai Rp. 800.000.000 dan hari ini mengalam penurunan atas beberapa faktor sentiment negative sehingga menyentuh harga sekitar Rp 500.000.000.

Setelah bitcoin muncul, mata uang crypto yang lainnya bermunculan di dunia seperti ethereum, dogecoin, cardano dan lainnya yang masing-masing koin memiliki nilai yang berbeda.

Cryptocurrency adalah mata uang digital dimana transaksinya dilakukan dalam jaringan atau media online. Cryptocurrency tidak seperti mata uang konvensional yang dicetak layaknya uang koin dan uang kertas, Cryptocurrency diciptakan melalui pemecahan soal-soal matematika berdasarkan kriptografi.

Artinya, mata uang ini dibentuk dengan teknolopgi kriptografi agar tidak mudah digandakan atau dipindahkan kepada pihak lain yang bukan pemilik atau tidak memiliki akses atas uang ini.

Kriptografi adalah cabang dalam ilmu komputer yang mempelajari cara untuk menyembunyikan informasi. Melalui kriptografi ini sebuah pesan rahasia kemudian diacak menjadi pesan yang seolah tidak memiliki bentuk dan selanjutnya dikirim kepada akun yang dituju.

Kriptografi dalam sejarah dimulai pada masa Romawi kuno saat Julius Caesar mengirimkan pesan pada salah satu jenderal di peperangan yang dikirimkan melalui kurir. Ia tidak ingin pesan ini diketahui oleh kurir tersebut sehingga ia mengacak huruf yang terdapat dalam pesan tersebut.

Kriptografi juga dimanfaatkan dalam bidang militer dan keamanaan di banyak negara, seperti Amerika, Rusia, Inggris, Prancis dan lain sebagainya. Pemanfaatan kriptografi dalam banyak bidang ini turut membawa perkembangan pada teknologinya sesuai dengan perkembangan zaman. Teknologi kriptografi inilah yang kemudian menjadi fondasi untuk Cryptocurrency.

Oleh : Atiek Elyghasyah (Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Perbankan Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

 

 

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved