Kaderisasi Kepemimpinan Politik dalam Islam

Oleh : Gusmiyadi (Anggota DPRD Provinsi SUMUT Partai Gerindra)

Saya sangat sennag hari ini, menjadi salah satu narsum membahas tentang kaderisasi kepemimpinan politik. Sebagai aktivis mahasiswa di Bandung kemudian menjadi  tenaga ahli di DPR RI dan kemudian terbang jauh ke Siantar Sumatera Utara mengemban tugas partai. Ruang diskusi seperti ini relati jarang ditemukan di daerah. Apalagi ini diskusi yang menarik. Ini tema yang sangat menantang.

 

Mari kita mulai membahas tentang kaderisasi kepemimpinan dalam dalam Islam dengan kita bahas hal hal yang tidak teoritis, untuk menjawab problem kebuntuan kadaerisasi kepemimpinan Islam di Indonesia pada saat ini.

Situasi terkini bahwa harus kita akui hari ini aktivitas kaderisasi kita semkain kering, misalnya saja yang terjadi di kalangan organisasi aktivis Indoensia berbasis Islam dengan wadah seperti HMI, PMII, IMM, KAMMI.

Lalu apa masalahnya? Yang pertama adalah masalah dari sisi quantity (jumlah) yang mengalmai penurunan, selain itu masalah berat berikutnya soal problem substansinya.

Hari ini saya ingin tegaskan bahwa kita jelas mengahadapi tantangan yaitu menghadirkan kaderisasi kepemimpinan kita, namun disisi lain kita menghadapi apa yang disebut polarisasi, menurunnya kualitas demokrasi, intoleran dan sebagainya. Problem tersbeut entah lahir dari budaya politik kita, atau memang ini fenomena di Indonesia yang memang harus dihadapi kita bersama.

Karenanya, apakah ini relaitas objektif? Kita harus merunut dimana masalahnya. Sehingga kita bisa merumuskan problem solvernya.

Faktor Asupan Informasi

Problem kaderisasi kepemimpinan kita sebagaimana saya sebutkan tadi sejatinya tidak lepas dari problem SDM yaitu kualitas kurikulum pendidikan generasi kita. Anak-anak muda kita, dalam membangun kaderisasi belum sesuai track yang kita harapkan.

Disisi yang lain asupan informasi, konsumsi tontotonan anak-anak muda kita juga mempengeruhi kita hari ini. Saya ingin menyampaikan bahwa serbuan sosmed, asupan dari acara TV itu memberikan pengaruh terhadap sikap dan cara pandang anak-anak bangsa sebagai kader-kader generasi bangsa yang kita siapkan sebagai pemimpin Islam.

Faktor apa sebenarnya yang membuat kaderisasi krisis di Indonesia?. Ya sebenarnya pengaruh utama adalah bentukan persepsi dari informasi yang diterima oleh generasi anak muda saat ini. Jadi memang realitasnya anak anak muda saat ini cenderung tidak mendapatkan pembekalan mislanya tentang filsafat ilmu, tentang ideologi, sehingga nilai-nilai substansi berbasis ideologi ini tidak muncul dalam gerakan aktivis era saat ini.

Nah, petanya jadi rumit. Kita sebenanrya tahu apa yang menjadi problem masalah ini dan karena kita berada di dalam proses kaderisasi jadi kita tahu juga bagaimana solusi-solusinya. Namun, hari ini lagi-lagi kita tidak memiliki otoritas.

Otoritas untuk melakukan perubahan misalnya dalam konteks dunia Pendidikan membeirkan perubahan kurikulum yang memberikan ruang kepada par amahasiswa untuk berorganisasi atau mengubah konten di media sosmed ataupun TV sehingga bisa mnegubah arah dan berdmapak pada peningkatan kualitas asupan informasi sehingga mengubah kualitas SDM sehingga memberikan harapan untuk melahirkan SDM yang berkualitas untuk menjawab krisis dan tantagan kaderisasi kepemimpinan kita.

Saya sangat meyakni bahwa kalangan aktivis hari ini di kekuasaan, maish mau memikirkan kaderisasi kepemimpinan Islam ini dengan upay abertanggungjawab melanjutkan proses kaderisasi. Maka kita yang berada di kekuasaan untuk berupaya turun membangun kaderisasi. Meski kita nantinya akan berhadapan dengan masyarakat dan membangun dialektika melalui tranformasi dan historisme perjalanannya.

Satu fase itu memiliki momentum. Misalnya gerakan mahasiswa yaitu penolakan terhadap kenaikan harga atau terhadap regulasi itu sangat erat dengan momentum. Namun gerakan tersebut juga membutuhkan suatu momentum sehingga terjadi kristalisasi dan melahirkan eksistensi yang menjadi sebuah gerakan yang mampu menjawab apa yang menjadi kebutuhan rakyat.

Minimnya kaderisasi Islam hari ini boleh di bilang ya tren waktu. Kita tentu percaya ya ada siklus pergerakan ada tahun 1945, 1965, 1998, dimana tahun tahun tersebut ada sebuah momentum dimana anak-anak muda menjadi martir sebuah pergerakan.

Tapi meski momentum itu belum muncul tetap kaderisasi harus selalu dirawat.

Persepsi Negatif

Banyak sekali kali ini jumlah anak muda kita yang usia produktif, namun sayangnya mereka memiliki persepsi yang negatif terhadap politik, dan berimplikasi kepada anak anak muda tidak tertarik terhadap politik.

Tapi saya punya harapan, bahwa gerkan politik yang dibangun harus menyentuh ke hal-hal yang substantif. Bicara politk dulu kita selalu bicara tentang money politic, akses kekuasaan, dll yang sifatnya sangat pragmatis.

Hari ini kita tidak bisa berhenti pada hal-hal yang bersifat pragmatis tapi harus ke hal-hal yang substantif. Misalnya uang tidak bisa berdiri secara tunggal, pencitraan tidak bisa secara tunggal. Namun kita harus membangun gerakan politik yang tidak saja pragmatis tapi juga menyertakan ha-hal substantif, yaitu uang ada, pencitraan ada tapi juga disertai hal-hal yang substantif. Terdapat unsur-unsur gerakan perbaikan masyarakat, unsur kepedulian dalam memikirkan masa depan rakyat, adanya gagasan dan konsep masa depan bangsa.

Ini dapat kita liat fenomena dimana rakyat sudah mulai mengharapkan menu gerakan politik yang sifatnya sudah mengarah ke hal-hal yang substantif.

Gerakan politik dimana pencitraan, modal politik, diperkuat dengan hal-hal substansi sehingga tercipta sosilogi politik dimana gerakan politik bisa diterima oleh kelompok generasi pemuda saat sekarang.

Sehingga ini berdampak besar, dan selalu dirawat wacana-wacana membangun gerakan yang lebih substantif. Saya meyakini nantinya akan ketemu di satu titik diman anak muda membawa peran, dimana membawa dasar yang kuat dalam mengantarkan kaderisasi yang membawa nilai nilai dengan dasar Islam.

Kalua saat ini teman-teman gerakan aktivis lebih memilih hal-hal yang praktis misalnya lebih tertarik pada hal-hal yang sifatnya malah tidak substantif misalnya gerkannya ya seperti membuat even atau EO, saya menduga ini akibat dari kurikulumnya, ini akibat dari asupan informasi yang ia terima selama ini.

Generasi saat ini ya representasi dari asupan informasi yang ia terima selama ini. Maka proses ideologisasi kit ahari ini harus snagat lunak. Kita harus menyusupkan di level-level yang pragmatis dan praktis. Lalu baru kemudian kita susupkan hal hal yang substantifnya. Karena jika tidak demikian agak sulit kita masuk ke dunia generasi pergerakan saat ini.

Realitas kita saat ini politik pragmatis dan transaksional memang menjadi tantangan luar biasa. Kedepan hamper 70 masyarakat Indonesia didominasi oleh penduudk millennial, di tengah kegaduhan sosmed, politik identitas, dan berbagai tantangan lain, ini harus betul-betul diantisipasi terutama knteksnya pada kontestasi pemilu pemilu mendatang terutama 2024.

Ditengah arus pragmatism yang snagat menegcewakan, saya sendiri justru menemukan pengalaman. Dimana praktik politik pragmatis melahirkan dua kekecewaan, satu melawan terhadap politik pragmatis yang kedua perlawan dengan apatis. Maka ini harus digerakkan mellaui pintu Bernama Pendidikan politik.

Fakta, hari ini di level politisi menyadari ga bisa mengnadalkan pencitraan saja, tidak bisa transaksional saja, tapi harus juga ada disertai hal hal substansi yang menjadi kebutuhan rakyat. Kita menemukan fakta dimana generasi anak-anak muda sekrang justru terpanggil dengan membentuk sebuah gerakan memebnagun perbaikan yaitu mislanya anak anak muda membangun kelompok dengan gerakan kepedulian sosial. Ditempat lain juga terdapat kelompok yang snagat kritis, nah ini sebenarnya juga kita temui di generasi generasi mud akita saat ini.

Nah, ini peluang besar. Tugas kita adalah menangkap kelompok-kelompok ini untuk kita masuk dan kemudian melakukan kaderisasi dan tentunya juga betul betul memperhatikan mereka.

Saya mendorong kepada para aktivis islam agar menjawab hal hal konkrit tapi juga filosofis. Mereka harus paham tentang ideologi, mereka harus mulai mengerti pada saat melakukan gerakan. Saya sendiri mungkin memulai dari hal hal yang praktis mislany amelakuakn edukasi masyarakat melalui gerakan ideologis yang sifatnya lebh praktis yang arahnya adalah inspiratif. Hanya saja yang seperti ini menjadi butuh proses dan waktu. Dan ini menjadi tantangan, karena anak anak muda islam kita saat ini memang terkadang kurang kuat dengan proses dan wkatu yang lama. Tapi mereka tetap membutuhkan keteladanan dari kita, butuh inspirasi dari kita dalam membangun gerakan Islam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved