Kekuatan Sihir dan Karamah Wali itu Sama! Berikut Ulasan Menarik dari Ibnu Khaldun

Ketika membaca bab mengenai ilmu sihir dalam kitab al-Muqaddimah karya Ibnu Khaldun, kita akan dikejutkan oleh kenyataan bahwa Ibnu Khaldun memasukkan ilmu sihir ini ke dalam pembahasan ilmu-ilmu aqli/rasional. Dalam kitab al-Muqaddimah, akan kita temukan bahwa kimia, fisika, astrologi, metafisika, ilmu kalam dan ilmu sihir dikategorikan Ibnu Khaldun ke dalam ilmu-ilmu aqli.

Apa alasan yang mendorong Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ilmu ini kepada ilmu yang sifatnya rasional? Klasifikasi seperti ini jelas menimbulkan banyak tanda tanya. Namun, untuk sekedar jawaban sementara, saya kira ilmu sihir yang dimasukkan ke dalam pembahasan ilmu-ilmu aqli ini bukanlah klasifikasi yang genuine berasal dari Ibnu Khaldun sendiri melainkan klasifikasi kaum filosof sebelumnya.

Dan menariknya, meski terkategori ilmu rasional, Ibnu Khaldun tetap mempertanyakan rasionalitas ilmu ini berbasis pada standar dualisme epistemiknya: akal dan jiwa. Akal memiliki batasan objek dan jangkauan penalarannya dan jiwa juga memiliki batasan objek dan jangkauan penangkapannya. Ilmu sihir tidak bisa disebut rasional karena perangkat epistemik yang digunakannya bukanlah akal tapi jiwa.

Baiklah untuk memperjelas ulasan tentang ilmu ini, kita langsung saja membahas hakikat ilmu sihir seperti yang dapat kita baca dalam kitab al-Muqaddimah. Sihir didefinisikan oleh Ibnu Khaldun sebagai:

هي علوم بكيفية استعدادات، تقتدر النفوس البشرية بها على التأثيرات في عالم العناصر: إما بغير معين، أو بمعين من الأمور السماوية، والأول هو السحر، والثاني هو الطلسمات

“ilmu yang membahas tentang potensi dan daya jiwa dalam memberikan pengaruh terhadap alam materia, baik tanpa melalui bantuan maupun melalui bantuan langit. Yang pertama, ilmu sihir dan yang kedua, ilmu talismat.”

Dalam definisi ini, akan kita temukan bahwa Ibnu Khaldun memandang ilmu sihir sebagai ilmu yang dapat dipelajari oleh sebagian orang yang tujuannya ialah untuk menundukkan alam materia di bawah pengaruh si penyihir. Semua hal yang tunduk di bawah kekuatan penyihir tadi bentuknya berupa peristiwa-peristiwa luar biasa. Ibnu Khaldun kemudian mengaitkan sihir ini dengan sejarah kemunculannya di Babilonia dari kalangan orang-orang Suriah dan Kaldean dan di Mesir yang dilakukan oleh orang-orang Koptik.

Tak hanya itu, Ibnu Khaldun juga menyebut beberapa karya yang pernah ditulis tentang ilmu sihir dan alasan langkanya karya-karya seperti ini.

كانت كتبها كالمفقودة بين الناس. إلا ما وجد فى كتب الأمم الأقدمين فيما قبل نبوة موسى عليه السلام، مثل النبط والكلدانيين

“Karya-karya tentang sihir ini sudah sangat langka ditemukan di kalangan masyarakat. Kecuali, karya-karya yang pernah ditulis orang dulu, di zaman sebelum nabi Musa, seperti Koptik dan Kaldean.”

Demikian Ibnu Khaldun menjelaskan secara ringkas aspek kesejarahan dari kemunculan ilmu sihir ini dalam kitab al-Muqaddimah. Setelah itu Ibnu Khaldun menyebut sejumlah karya yang mengulas tentang sihir dan mengatakan bahwa:

وكانت هذه العلوم في أهل بابل من السريانيين والكلدانيين، وفي أهل مصر من القبط وغيرهم. وكان لهم فيها التآليف والآثار. ولم يترجم لنا من كتبهم فيها إلا القليل، مثل الفلاحة النبطية لابن وحشية من أوضاع أهل بابل، فأخذ الناس منها هذا العلم وتفننوا فيه.

“Ilmu ini berasal dari orang-orang Suriah dari Babilonia dan orang-orang Koptik dari Mesir dan lain-lain. Mereka memiliki banyak karya tentang sihir dan hanya sedikit buku yang sudah diterjemahkan. Paling-paling ilmu dari mereka yang sudah pernah diterjemahkan ialah ilmu pertanian Babilonia yang ditulis oleh Ibnu Wahsyiah (ilmu pertanian di era ini identic dengan ilmu sihir). Dan karya tentang sihir yang sudah diterjemahkan dari Babilonia ini disebarkan. Oleh karena itu, orang-orang mencoba mendalami sihir dari karya-karya yang sudah diterjemahkan ini.”

Lembaran-lembaran yang berisi ulasan mengenai tujuh planet serta kitab Tomtom dari India yang berisi mengenai gambaran bintang dan planet sudah rampung diterjemahkan di era Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun juga menyebutkan dua jenis sihir; pertama, sihir yang bisa dipelajari melalui proses latihan, yaitu, latihan menyihir melalui penundukan kekuatan-kekuatan yang tak terlihat dalam praktek sihirnya atau melalui kekuatan jiwa. Ibnu Khaldun mengatakan:

ثم ظهر بالمشرق جابر بن حيان كبير السحرة في هذه الملة، فتصفح كتب القوم واستخرج الصناعة، وغاص في زبدتها واستخرجها ووضع فيها عدة من التآليف. وأكثر الكلام فيها وفي صناعة السيمياء، لأنها من توابعها، ولأن إحالة الأجسام النوعية من صورة إلى أخرى إنما تكون بالقوة النفسية لا بالصناعة العملية

“telah muncul di wilayah timur Islam sosok bernama Jabir bin Hayyan, penyihir terkemuka dalam Islam. Ia mempelajari karya-karya tentang sihir, mengajarkan cara membuatnya, mendalami seluk-beluknya serta menulis karya-karya tentang ilmu huruf dan bilangan (ilmu simiya) yang merupakan bagian dari ilmu sihir. Hal demikian dilakukan karena perubahan suatu entitas materi dari satu bentuk ke bentuk lain hanya bisa dilakukan dengan menggunakan kekuatan jiwa, bukan dengan keterampilan biasa.”

Menurut Ibnu Khaldun, pasca Jabir bin Hayyan, ada lagi sosok lain yang mencoba meringkas dan merapihkan bab-bab dalam karya-karya tentang ilmu sihir, namanya ialah Maslamah bin Ahmad al-Majriti, seorang yang pakar dalam bidang matematika dan magic dari Andalusia. Al-Majriti memiliki karya besar tentang sihir berjudul Ghayat al-Hakim. Setelah al-Majriti, kata Ibnu Khaldun, tidak ada lagi orang yang menulis tentang ilmu ini.

Ibnu Khaldun kemudian mengklasifikasikan para penyihir ini menjadi tiga:

Pertama, para penyihir yang memiliki kekuatan luar biasa dalam tubuh mereka sehingga mereka dapat melakukan praktik sihirnya dengan mudah. Mereka dapat menundukkan kekuatan alam di bawah kekuatan mereka. Kekuatan ini tidak dapat diketahui secara pasti oleh orang-orang kebanyakan, bahkan oleh penyihirnya sendiri;

Kedua, para penyihir yang melakukan praktik sihirnya melalui bantuan planet dan bintang, atau melalui mekanisme penulisan huruf dan angka dengan cara-cara tertentu (mungkin semacam jimat yang berisi tulisan-tulisan/huruf-huruf yang dibaca). Huruf dan angka ini digunakan untuk mewujudkan hal-hal yang dimaksudkan dan dikehendaki para penyihir.

Ketiga, para penyihir yang melakukan praktek sihir melalui daya imaginatif yang mereka miliki. Praktek sihir seperti ini dilakukan dengan cara menghipnotis seseorang sehingga seseorang tersebut melihat kenyataan yang diimaginasikan oleh penyihir, kenyataan yang bukan nyata atau semacam imaginasi yang dianggap seolah nyata.

Ibnu Khaldun kemudian menjelaskan tatacara mempelajari sihir dengan menyebutkan bahwa sihir bisa dilakukan melalui proses permenungan terhadap gerak planet-planet dan melalui proses olah jiwa secara terus menerus. Selain itu, si penyihir juga bisa menyembah jin atau syetan untuk membantu praktik sihirnya tersebut.

Sihir itu, kata Ibnu Khaldun, benar-benar nyata. Para filosof pun, kata Ibnu Khaldun, mengakui keberadaannya. Sampai di sini, kemudian Ibnu Khaldun menceritakan pengalamannnya sendiri ketika menyaksikan praktik sihir ini secara langsung berikut juga informasi valid dari berbagai negara seperti Sudan, Turki, India dan lain-lain tentang fonemena magic.

Ibnu Khaldun pernah menyaksikan peristiwa seseorang yang menyihir awan sehingga dapat menurunkan hujan; keajaiban huruf dan angka yang ketika disebutkan suatu nama, si pemilik nama tersebut akan jatuh cinta kepada yang melakukan sihir terhadapnya; baju atau kantong yang terbuat dari kulit lalu dimantra-mantrai, seketika baju dan kantong tersebut sobek dan contoh-contoh lainnya.

Intinya kata Ibnu Khaldun, kekuatan sihir tersebut berasal dari kekuatan jiwa si penyihir. Kekuatan jiwa mereka memiliki tiga tingkatan; pertama, kekuatan jiwa yang dampaknya terlihat tanpa perlu sarana atau alat; kedua, kekuatan jiwa melalui bantuan bintang, planet, jin, syetan atau angka-angka dan ketiga, kekuatan jiwa yang dapat dimunculkan melalui daya imaginasi yang kuat.

Jadi secara sederhana kita bisa menegaskan bahwa karomah yang dimiliki para wali dan sihir yang dimiliki oleh para penyihir sebenarnya bermula dari satu kekuatan yang dilatih, kekuatan jiwa. Jika para wali mengolah jiwa dengan laku zikir, riyadah dan segenap kegiatan yang dapat memurnikan jiwa, para penyihir melatih jiwa mereka dengan bantuan-bantuan dari jin, syetan, dan kekuatan-kekuatan negative lainnya yang dapat mengotori jiwa.

Sihir dan karamah merupakan sejenis peristiwa luar biasa yang terjadi di alam materia ini dan keduanya ini sama-sama juga dapat diperoleh melalui tahapan-tahapan mengolah kekuatan jiwa dengan laku-laku tertentu.  Allahu A’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved