Mengapa Tentara Afghanistan Dikalahkan Begitu Cepat oleh Taliban?

Pada tanggal 15 Agustus, Taliban merebut ibukota Afghanistan Kabul dan menyatakan perang di Afghanistan berakhir. Begitu kilatnya kemenangan Taliban atas Pasukan Keamanan Pertahanan Nasional Afghanistan (ANDSF) yang kalah tanpa perlawanan sedikit pun mengejutkan banyak orang di dunia.

Selama 20 tahun terakhir, AS menghabiskan lebih dari $83 miliar untuk melatih, memperlengkapi dan mengembangkan kekuatan tentara nasional, polisi, angkatan udara, dan pasukan khusus Afghanistan. Namun, meski memiliki persenjataan canggih, ANDSF tetap kalah berhadapan dengan Taliban.

Bahkan cepatnya kemenangan ekspansi Taliban yang belum pernah terjadi sebelumnya mengejutkan intelijen AS. Sebelumnya, intelijen AS memprediksikan bahwa butuh waktu berbulan-bulan bagi Taliban untuk membangun kendali atas Afghanistan. Akibat kekeliruan prediksi ini, AS dan beberapa negara Barat lainnya harus mengerahkan ribuan tentara untuk membantu evakuasi darurat warga dan staf diplomatik mereka dari Kabul.

Seandainya para analis Barat dan badan-badan intelijen lebih sadar akan kenyataan di lapangan, mungkin mereka tidak akan terkejut dengan perkembangan terakhir ini. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab runtuhnya negara Afghanistan dan kekalahan ANDSF dalam berhadapan dengan Taliban.

Pertama, ada praktik korupsi yang meluas di kementerian pertahanan dan kementerian dalam negeri Afghanistan. Dana, amunisi, dan pengiriman makanan dikorupsi sehingga tidak sampai ke tentara yang berjuang di berbagai wilayah. Amunisi dan persenjataan dijual di pasar gelap dan akhirnya jatuh ke tangan Taliban.

Selain itu, beberapa komandan di militer Afghanistan menggelapkan uang. Mereka mengajukan permintaan dana untuk menggaji “tentara hantu” – yaitu tentara yang sebenarnya tidak pernah mendaftar sebagai pasukan militer. Akibatnya, personel ANDSF tetap tidak mendapat gaji dan malangnya tetap bertugas dan tidak dapat menemui keluarga mereka selama berbulan-bulan.

Tidak mengherankan, ANDSF merupakan pasukan Afghanistan yang memiliki salah satu tingkat penurunan tentara dalam jumlah drastis dan jatuhnya korban tertinggi di dunia. Menurut satu perkiraan, tingkat pengurangan anggota ANDSF per bulan adalah 5.000 sedangkan tingkat perekrutan adalah 300 hingga 500. Ini sangat timpang tentunya.

Kedua, penggelapan dana dan korupsi besar-besaran merusak moral di dalam jajaran tentara. Integritas kepemimpinan para komandan senior sangat penting dalam urusan militer untuk mendapatkan rasa hormat dan kesetiaan pasukan. Namun bagi tentara yang tidak digaji, gaya hidup mewah komandan mereka seringkali merupakan pemandangan pahit yang harus mereka saksikan. Oleh karena itu, daripada berperang dan mati percuma, mereka lebih memilih untuk menyelamatkan hidup mereka dengan menyerah kepada Taliban di bawah tawaran amnesti.

Ketiga, tidak ada kohesi ideologis di dalam tubuh tentara atau sebut saja tidak ada rasa tanggung jawab dan rasa memiliki semangat nasionalisme di tubuh ANDSF. Bahkan, di kalangan tentara, ada ketidakpercayaan yang cukup tinggi terhadap kepemimpinan politik negara. Tidak ada tentara Afghanistan yang siap berperang dan mati untuk membela Presiden Ashraf Ghani atau pemerintah.

Teori konspirasi tentang kesepakatan rahasia antara pemerintah Afghanistan dan Taliban tersebar luas di kalangan pasukan Afghanistan. Lingkungan keraguan dan kecurigaan ini semakin melemahkan tekad tentara Afghanistan untuk melawan Taliban yang kohesif secara ideologis, yang para pejuangnya didorong oleh keinginan untuk mendirikan emirat Islam dan mengusir pasukan asing yang mereka anggap sebagai penjajah.

Keempat, campur tangan politik yang terus menerus dan perombakan pemegang jabatan  menteri dalam negeri dan pertahanan, gubernur dan kepala polisi juga mempengaruhi kinerja medan perang ANDSF. Sebuah tentara membutuhkan kesatuan komando dan kesinambungan kepemimpinan untuk berfungsi dengan baik dan bertarung secara efektif di medan perang. Kepala staf militer adalah pusat gravitasi organisasinya dan jika terus menerus diganti, akan berdampak buruk pada organisasi.

Presiden Ghani secara teratur mengganti pemimpin militernya di tengah penarikan AS dan serangan Taliban di Afghanistan. Misalnya, Ghani menggantikan panglima tentara Afghanistan Letnan Jenderal Wali Mohammad Ahmadzai, yang diangkat pada bulan Juni, dengan komando operasi khusus Tentara Nasional Afghanistan, Mayor Jenderal Haibatullah Alizai. Demikian pula, ia mengganti menteri dalam negerinya dua kali dan merombak menteri pertahanan dan enam komandan inti dalam beberapa bulan terakhir.

Kelima, strategi militer cerdas Taliban untuk menguasai penyeberangan perbatasan utama, jalan raya utama dan pengepungan kota-kota besar melumpuhkan kemampuan Kabul untuk mengirim bala bantuan dan pasokan. Banyak unit tentara terputus dari seluruh negeri dan dengan demikian terpaksa melarikan diri melintasi perbatasan negara-negara tetangga atau bubar.

Akhirnya, meskipun menerima pelatihan bertahun-tahun dan peralatan bernilai miliaran dolar, ANDSF tidak pernah mengembangkan kapasitas untuk bisa berdiri sendiri. Bahkan, semua  kerja mereka sepenuhnya tergantung pada pasukan AS dan NATO untuk melindungi daerah perkotaan. Begitu pasukan ini mulai mundur, tidak ada penghalang lagi untuk menghentikan kemajuan Taliban. Sementara itu, kelemahan dan ketidakmampuan ANDSF yang ditutup-tutupi oleh kehadiran militer asing dengan cepat muncul ke permukaan.

Ketika runtuhnya ANDSF sudah semakin jelas, pemerintah Afghanistan bergegas untuk mengumpulkan kekuatan baru yang terdiri dari berbagai milisi. Tiga panglima perang yang berpengaruh – Atta Muhammad Noor dari Jamiat-e-Islami, Abdul Rashid Dostum dari Hezb-e-Junbish dan Haji Muhammad Muhaqiq dari Hezbe-e Wahdat Islami Mardom-e Afghanistan – bekerjsama untuk membentuk front melawan Taliban dan berjuang membantu ANDSF.

Namun, jatuhnya Mazar-i-Sharif ke tangan Taliban memaksa front ini untuk meninggalkan Afghanistan. Runtuhnya ANDSF yang bahkan terjadi sebelum selesainya penarikan pasukan AS bisa jadi cukup memalukan bagi AS. Kini, perang atas nama “melawan teror” seolah cukup mudah untuk dijungkirbalikan. Saat ini, ada ribuan pejuang yang dibebaskan oleh Taliban dari Pangkalan Udara Bagram, termasuk mereka yang berasal dari al-Qaeda dan kelompok lainnya. Bebasnya para pejuang ini tentu akan menimbulkan tantangan keamanan besar bagi Afghanistan dan sekitarnya.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved