Menuju Puncak Kebahagiaan

Oleh : Fuad Mahbub Siraj (Dosen Filsafat Universitas Paramadina)

Ada lima tahap kebahagiaan bagi kita. Tahap pertama dari kebahagiaan adalah kebahagiaan fisik dan emosional (physical and emotional happiness). Pada tahap ini orang baru bisa merasa bahagia, jika kebutuhannya akan nutrisi fisik dan emosional telah terpenuhi.

Untuk mencapai kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya duduk. Ia harus duduk di tempat yang empuk dan nyaman. Untuk mencapai kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya tidur. Ia harus tidur di tempat yang empuk dan nyaman juga. Untuk mendapatkan kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya makan. Ia harus makan makanan yang lezat dan bergizi.

Banyak orang berpendapat bahwa kebutuhan fisik tidaklah perlu terlalu diperhatikan. Yang penting adalah kebutuhan spiritual. Pendapat ini memang benar, tetapi juga kurang.

Fisik manusia adalah ciptaan Tuhan, maka harus dirawat. Manusia juga tidak boleh menyiksa badan, demi alasan apapun. Puasa pun ada aturannya, sehingga puasa tidak merupakan suatu penyiksaan terhadap tubuh.

Fisik manusia itu identik dengan dunia. Sementara roh manusia identik dengan surga.

Dunia di dalam bahasa Arab secara literal berarti pendek dan dekat. Begitu pula dengan orang yang terpaku pada kebahagiaan fisiknya.

Kebahagiaan yang ia rasakan bukanlah kebahagiaan sejati. Durasi kebahagiaannya sangatlah sementara. Insting nabati dan hewani yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisik akan hilang ditelan waktu.

Tahap kedua dari tangga kebahagiaan adalah kebahagiaan intelektual (intellectual happiness). Seperti sudah disinggung sebelumnya, kebahagiaan fisik itu durasinya sangat pendek, easy come easy go. Akan tetapi aktivitas intelektual, yang melibatkan pikiran dan daya nalar rasional, terekam dalam sekali di dalam diri manusia. Bisa juga dikatakan buah dari aktivitas pikiran yang menghasilkan kebahagiaan intelektual itu bersifat abadi. Karya penulis-penulis kuno 3000-4000 tahun yang lalu masih menjadi bahan kajian sampai saat ini. Tindak mencipta yang melibatkan aktivitas berpikir dan menciptakan akan terus dihargai oleh orang sepanjang sejarah.

Peradaban manusia berkembang karena ia menggunakan kemampuan nalarnya. Kemampuan nalar manusia hampir tidak terbatas. Oleh karena itu perkembangan peradaban pun juga tak terbatas. Peradaban manusia berkembang pun ke arah yang tidak terduga. Aktivitas nalar manusia adalah sumber peradaban. Aktivitas nalar menghasilkan kebahagiaan intelektual. Inilah kebahagiaan yang memuaskan sisi insani manusia.

Dengan demikian aktivitas nalar manusia dalam bentuk intelektualitas adalah sumber dari kebahagiaan intelektual. Dalam arti ini kebahagiaan intelektual berada di tahap yang lebih tinggi daripada kebahagiaan fisik. Tujuan orang bekerja adalah untuk mencari nafkah, supaya ia dan keluarganya bisa hidup sejahtera. Dalam hal ini kesejahteraan dimaknai lebih sebagai supaya anak bisa mendapatkan pendidikan yang layak, dan bukan hanya supaya kebutuhan fisiknya terpenuhi. Di Indonesia pendidikan memang mahal. Akan tetapi banyak orang bekerja keras untuk mendapatkan itu karena mereka yakin, pendidikan sangatlah diperlukan. Kebahagiaan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan lebih berarti daripada kebahagiaan fisik.

Kebahagiaan fisik penting tetapi tidak boleh dijadikan satu-satunya kebahagiaan. Kebahagiaan intelektual juga harus diraih. Tahap ketiga di dalam tangga kebahagiaan adalah kebahagiaan estetik (aesthetical happiness). Bayangkan ada seorang kaya yang punya rumah mewah. Akan tetapi ia tidak bisa mengatur rumahnya, sehingga tampak berantakan. Apa gunanya? Apa guna sebuah rumah mewah, tetapi berantakan? Rumah tersebut memang besar dan mahal harganya, tetapi tidak memberikan kenyamanan. Maka tempat itu tidak layak disebut sebagai “rumah” (home). Jika rumah Anda besar tetapi berantakan, maka Anda tidak akan merasa at home. Rumah itu jadi tidak berguna.

Hal yang sama berlaku, jika Anda hidup tanpa musik. Musik memberikan warna bagi hidup. Musik memberikan penghiburan ketika anda merasa sedih. Musik bisa membawa kita nostalgia ke masa lalu. Musik bisa meningkatkan motivasi. Musik menenangkan. Dalam arti tertentu musik juga bisa merangsang kerja otak, sehingga bisa lebih cerdas. Tanpa musik hidup akan terasa kering. Hidup yang kering adalah hidup yang tak bermakna. Jika hidup tak bermakna, Anda akan sulit untuk merasa bahagia.

Orang hidup juga perlu salon. Salon berguna untuk merekayasa penampilan sesuai dengan yang diinginkan. Manusia tidak hanya puas dengan berbaju saja. Ia juga perlu dandan. Dengan berdandan ia merasa puas. Kepuasan yang dirasakan ketika melihat (rumah yang indah, wajah yang cantik) dan mendengar (musik) yang indah inilah yang disebut sebagai kebahagiaan estetik.

Rumah yang nyaman adalah rumah yang memperhatikan bentuk arsitektur, kebersihan, dan landscape-nya. Rumah semacam itu membuat kita merasakan kebahagiaan estetik. Kebahagiaan estetik adalah perasaan yang muncul, ketika orang mengagumi keindahan. Keindahan terkait erat dengan seni, dan seni bisa membuat orang bahagia. Seni adalah sumber kebahagiaan, sekaligus kebahagiaan itu sendiri. Ingat kebahagiaan adalah seni mengelola hidup.

Alam identik dengan kata Kosmos. Mangkanya ada istilah kosmetik (perangkat kecantikan wanita). Kata Kosmos sendiri berarti indah dan teratur. Akan tetapi keindahan dan keteraturan itu baru terasa, jika orang mempunyai kepekaan estetik. Kepekaan estetik itu sendiri tergantung lensa kaca mata apa yang digunakan untuk melihat dunia. Hanya dengan begitulah orang bisa merasakan kebahagiaan estetik.

Bayangkan bagaimana Anda hidup tanpa keindahan? Tentu saja hidup akan terasa jenuh dan kering. Hidup akan membosankan dan tidak bermakna. Oleh karena itu banyak orang membayar mahal untuk melihat keindahan. Industri pariwisata diuntungkan oleh hal ini. Banyak orang pergi ke Bali untuk mendapatkan kebahagiaan estetik. Mereka tidak terlalu peduli dengan harga yang mahal.

Banyak orang mengumpulkan kristal. Sebenarnya apa sih kegunaan kristal? Hampir tidak ada kecuali menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihatnya. Banyak orang mengumpulkan kalung berlian. Gunanya juga hampir tidak ada, kecuali sebagai aksesori yang menimbulkan perasaan senang bagi yang melihatnya. Hal yang sama juga berlaku untuk karpet. Banyak orang menjadi kolektor karpet. Mereka mengumpulkan karpet dari berbagai belahan dunia untuk memuaskan perasaan keindahan yang ada di dalam dirinya. Semua itu adalah sarana bagi orang untuk mencapai kebahagiaan estetik.

Sekarang ini banyak orang tidak mampu merasakan keindahan estetik. Kepekaan estetik mereka lenyap. Yang ada di pikiran mereka hanyalah mencari uang. Sebenarnya kerja mencari uang itu baik. Akan tetapi ketika keindahan dihargai dengan uang, maka keindahan itu lenyap. Jika Anda terpaku pada uang, maka Anda tidak akan bisa merasakan kebahagiaan estetik yang mendalam.

Apa yang menjadi ciri keindahan? Jika Anda berhadapan dengan keindahan, apapun bentuknya, maka Anda akan menahan napas. Anda seolah tersentak. Jantung Anda berdegup keras. Pikiran Anda seolah melayang. Ada perasaan damai yang mengalir. Ketika itu Anda akan berkata, “Betapa besar Tuhan pencipta kita.”

Keindahan sebenarnya bisa didapatkan dengan mudah, asal kita memiliki kesadaran penuh. Coba perhatikan siklus kehidupan. Tumbuhan dimakan oleh hewan. Hewan dimakan oleh manusia. Manusia memberi makan tumbuhan, dan seterusnya. Air mengalir dari sungai ke laut. Di laut, air menguap menjadi awan. Awan berat karena berisi air. Hujan pun turun. Air menyerap ke tanah, dan menjadi sumber air bagi manusia. Inilah siklus kehidupan. Siklus kehidupan mengandung keindahan yang luar biasa besar. Namun kita sering melewatkannya.

Kehidupan beragama juga harus memiliki sentuhan keindahan. Aspek mistik dari kehidupan religius baru terasa, jika orang memasukinya melalui estetika. Lihatlah para sufi. Mereka menuliskan ekspresi keindahan mereka dalam bentuk syair dan puisi. Mereka melihat Tuhan sebagai entitas maha indah, yang hanya dapat didekati secara penuh melalui estetika.

Dengan memahami aspek keindahan dari agama, orang akan mampu melampaui pendekatan rasional. Pendekatan rasional memang perlu. Akan tetapi pendekatan semacam itu membuat kehidupan religius terasa kering. Kebahagiaan estetik yang tertingi bisa didapatkan, jika orang memahami dan menghargai sentuhan keindahan di dalam agama.

Dengan demikian manusia yang bahagia adalah manusia yang sehat, cerdas secara intelektual, dan memiliki kepekaan estetik yang mendalam. Inilah paket kebahagiaan manusia. Hidupnya terasa utuh dan bermakna. Dengan hidup seperti itu, ia juga bisa memberikan kedamaian pada orang lain.

Tahap kebahagiaan berikutnya adalah kebahagiaan moral (moral happiness). Saya ingin bertanya kapankah Anda merasa damai dengan diri sendiri? Kapankah Anda merasa begitu percaya diri, sehingga tidak malu dilihat orang lain? Saya yakin Anda bisa merasa damai dan percaya diri, jika hidup Anda bermakna buat orang lain! Hidup Anda akan bermakna buat orang lain, jika Anda banyak berbagi. Kebahagiaan baru bermakna jika dibagikan.

Esensi dari kebahagiaan fisik adalah mengambil. Kebahagiaan fisik terpenuhi jika kita memperoleh sesuatu dari orang lain. Sebaliknya kebahagiaan moral baru didapatkan, jika orang memberi. Kebahagiaan moral juga baru didapatkan, jika kita membuka hati dan tangan untuk memberi.

Dengan demikian kebahagiaan dapat diraih dengan mengolah dan memenuhi kebutuhan fisik (1), belajar dan mencintai pengetahuan (2), menghargai dan menciptakan keindahan (3), serta dengan berbagi dengan orang lain (4). Inilah ideal kebahagiaan. Keempat dimensi ini bisa dipenuhi, walaupun memang porsinya berbeda-beda.

Kebahagiaan moral tidak memerlukan uang. Yang diperlukan adalah senyum yang tulus. Ketulusan sangatlah penting. Jika Anda memberi dengan tidak tulus, mengharapkan pamrih misalnya, kebahagiaan moral tidak akan didapat. Dengan kata lain kebahagiaan moral memerlukan hati yang terbuka.

Inilah bagian tersulit. Kita dengan mudah membuka dompet kita untuk membantu orang. Kita juga dengan mudah membuka tangan kita untuk menolong. Akan tetapi kita sulit membuka hati. Tangan memberi tetapi hati tetap pelit. Hati tetap tertutup. Untuk mendapatkan kebahagiaan moral yang sesungguhnya, hati kita harus terbuka, ringan, dan tulus ketika memberi.

Sebenarnya tangan, kaki, barang, dan segala hal yang kita berikan ke orang lain adalah perpanjangan dari hati. Hati yang terbuka akan berbagi, melayani, dan memberi dengan tulus. Sementara hati yang tertutup akan terpaksa berbagi, melayani, dan memberi. Inilah yang terjadi di Indonesia. Di berbagai perusahaan, universitas, ataupun instansi pemerintahan, pelayanan yang diberikan tanpa hati. Banyak orang tidak puas dengan pelayanan yang ada. Mereka merasa diperlakukan tidak manusiawi.

Ingatlah “the more you give the more you receive”. Janganlah takut untuk memberi. Janganlah pernah berpikir bahwa karena memberi, Anda jadi miskin. Sikap peduli pada penderitaan orang lain punya nilainya sendiri. Kepedulian dan memberi merupakan sumber kebahagiaan yang tidak ada duanya.

Penderitaan, kemiskinan, dan perang sebenarnya merupakan undangan supaya kita memberi. Hati kita diketuk untuk terbuka dan memberi. Jika orang berbuat jahat pada kita, maka itu merupakan undangan untuk memaafkan. Hati kita dibuat lentur, supaya terbuka untuk memberi maaf. Jika menerima undangan itu dengan hati terbuka, maka pintu surga terbuka untuk kita.

Berbagai kitab suci agama di dunia sudah mengajarkan kita untuk tulus memberi. Bahkan dikatakan pula jika Anda memberi makan orang miskin berarti Anda memberi makan Tuhan. Inilah esensi tindakan moral! Tuhan tidak perlu dibela, tetapi Anda harus membela orang susah. Tuhan tidak perlu ditolong, tetapi Anda harus menolong orang susah.

Sumber kebahagiaan moral adalah memberi dengan tulus. Dengan memberi hidup kita jadi bermakna buat orang lain. Hidup yang ideal adalah hidup yang bermakna. Setiap peluang untuk memberi sebenarnya adalah peluang untuk mendapatkan kebahagiaan. Peluang untuk memberi dan membantu orang lain adalah peluang untuk bahagia.

Tahap kebahagiaan tertinggi adalah kebahagiaan spiritual/rohaniah (spiritual happiness). Ini adalah kebahagiaan yang mendalam dan mendasar. Kebahagiaan fisik, intelektual, dan moral bisa diukur dan dilihat, tetapi kebahagiaan spiritual tidak. Kebahagiaan fisik, intelektual, estetik, dan moral baru bermakna, jika diberi roh. Tanpa roh empat kebahagiaan lainnya akan hampa.

Di dalam Islam kita mengenal sholat. Di agama-agama lain ada doa dan ritual. Esensi dari tindakan itu adalah penghayatan makna. Manusia memberi makna hubungannya dengan Tuhan melalui doa. Ia memberi roh pada relasinya dengan Tuhan. Dengan itu manusia merasa penuh dan puas. Inilah inti dari spiritualitas.

Manusia adalah mahluk spiritual yang selalu tersambung kepada Tuhan. Di dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia selalu berpikir positif. Ia harus selalu menghindari pikiran negatif. Pikiran negatif itu membuat lelah. Jangan jadikan otak Anda tempat sampah yang berisi pikiran-pikiran jahat saja. Jangan jadi pengumpul sampah!

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved