Menyoal Kembali Tafsir Tsalitsu Tsalatsah sebagai Trinitas dalam al-Maidah ayat 73

Ada banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang menyinggung soal iman Kristen. Ketika membaca al-Milal wa an-Nihal karya As-Syahrastani dengan seksama,  akan terkesan dalam benak kita bahwa ayat-ayat al-Quran yang menyinggung dan mengkritik soal keimanan Kristen terkadang tidak bisa dipukul rata untuk semua sekte Kristen. Bisa jadi aspek teologis yang dikritik al-Quran dalam satu ayat tertentu berlaku untuk suatu iman Kristen tertentu dan tidak  berlaku untuk sekte Kristen yang lain.

Karena itu, kritik al-Quran terhadap mereka tidak bisa digeneralisir hanya dengan satu ayat tertentu.  Dengan kata-kata lain, kritik al-Quran  terhadap iman Kristen mungkin hanya berlaku kepada sekte-sekte tertentu saja yang dikenal di masa al-Quran turun. Dan bisa jadi ayat yang berisi kritik itu ialah respon al-Quran yang terhadap situasi historis keyakinan Kristen yang terkondisikan  di masanya

Berpijak dari kritik al-Quran untuk sekte-sekte tertentu itulah kemudian as-Syahrastani mengklasifikasikan sekte-sekte Kristen yang dikenal di masanya untuk kemudian dicocokkan dengan kritik yang digaungkan al-Quran terhadap mereka.

as-Syahrastani membagi sekte Kristen di Timur Tengah yang dikenal sampai di masanya menjadi tiga sekte pokok: al-Mulkaniyyah, Nestor dan al-Yaqubiyyah. Semua sekte ini titik temunya terletak kepada pembahasan mengenai Yesus Kristus dalam hubungannya dengan Allah. Lalu muncullah pembahasan tentang trinitas, keilahian dan kemanusian Yesus, soal kesatuan Yesus dengan Firman Allah dan lain-lain. Semua dibahas oleh as-Syahrastani dengan sangat menarik dalam al-Milal wa an-Nihal.

Meski demikian, sayangnya, as-Syahrastani tidak membahas baik secara eksplisit maupun implicit sekte-sekte apa saja yang dikritik oleh al-Quran. Bahkan dalam bukunya ini tidak disajikan sekte-sekte Kristen yang dikenal di zaman Nabi. Misalnya sekte Kristen Najran yang pada tahun delegasi disambut dan diajak berdiskusi oleh Nabi di mesjid Nabawi. Bahkan Nabi membiarkan mereka melakukan kebaktian sesaat di mesjid ini.

Kurangnya data-data kesejarahan tentang iman Kristen di sekitar Mekkah dan Madinah inilah yang membuat para mufassirin banyak mengira-ngira soal tafsir ayat-ayat yang berkenaan dengan keyakinan mereka. Dan parahnya lagi, meski tingginya kemampuan bahasa mereka, sejauh yang teramati, tidak ada satu pun yang membahas aspek kebahasaan mengenai doktrin thalith thalathah yang dikritik al-Quran. Para mufassirin ini cukup hanya menerima bahwa thalith thalathah itu identik dengan doktrin tathlith ‘trinitas’. Padahal tidak demikian.

Kita coba mengkaji ayat 73 dalam Q.S. Al-Maidah yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai kritik al-Quran terhadap doktrin trinitas.  Ayat tersebut berbunyi:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Depag menerjemahkan ayat di atas sebagai berikut:

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.

Dalam beberapa literatur tafsir Modern, terutama yang berbahasa Inggris, kita akan menemukan penerjemahan yang berbeda-beda. Abdullah Yusuf Ali dalam The Holy Qur’an menerjemahkannya sebagai one of three in a trinity ‘salah satu dari tiga dalam trinitas’. Terjemahan demikian memiliki kecenderungan yang sama dengan terjemahan Depag di atas dan tentu sangat jauh dari makna thalith thalathah.

Kenapa demikian? Dalam terjemahan Depag dan Yusuf Ali ini, kita tidak menemukan padanan ‘salah satu’ dalam versi bahasa Arab thalith thalathah. Jadi lebih tepatnya padanan Arab dari terjemahan Depag dan Yusuf Ali ini ialah wahid min thalathah ‘salah satu dari yang tiga’.

Muhammad Asad dalam The Message of The Quran terkesan masih ambigu dalam menerjemahkan thalith thalathah ini. Asad menerjemahkannya sebagai the third of a trinity ‘yang ketiga dari trinitas’. Sayangnya Asad juga tidak mengelaborasi lebih jauh maksud dari terjemahannya ini.

Kalau konsep trinitas ini diartikan sebagai bahwa Allah itu Bapa, Putera dan Roh Kudus dengan catatan bahwa tiga hal ini merupakan sifat yang melekat dalam diri Allah, maka terjemahan ‘yang ketiga dari trinitas’ ini meletakkan Allah dalam posisi Roh Kudus karena urutannya yang ketiga. Ini jelas bukan itu yang dimaksud dalam keyakinan Kristen.

Namun yang sekiranya agak tepat menerjemahkan thalith thalathah ini ialah Maulana Muhammad Ali dalam The Holy Quran. Dalam karyanya ini, thalith thalathah diterjemahkan sebagai the third of the three ‘yang ketiga dari tiga’. Hanya saja, sama seperti Asad, Ali tidak mengelaborasi lebih jauh konsep ini.

Kalau dilihat secara struktur kata yang membentuknya, thalithu thalathah ini masuk ke dalam kategori idhafah (aneksasi) dalam bahasa Arab. Seperti yang jamak diketahui, makna idhafah dari konstruksi thalithu thalathah ialah kemungkinan bisa disisipkannya huruf jar min ‘dari’. Jadi thalith thalathah ini bisa juga dibentuk menjadi al-thalith min ath-thalathah ‘urutan yang ketiga dari tiga’.

Dengan demkian, pertanyaan yang muncul selanjutnya ialah apa maksud al-Quran dari konsep thalith thalathah yang dengannya suatu sekte dalam Kristen dianggap kafir? Untuk menjawab ini, kita simak dulu Q.S. al-Maidah: 116 yang mengatakan:

أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ

"Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah'?

Jika kita mencoba membaca al-Quran berdasarkan prinsip bahwa ayat-ayat di dalamnya saling menafsirkan antara yang satu dengan yang lainnya, maka akan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan konsep thalith thalathah ini ialah ajaran triteisme, ajaran yang menyatakan adanya tiga tuhan yang dalam konteks ayat 73 dan 116 Q.S. al-Maidah di atas,  Allah diposisikan sebagai yang ketiga setelah Yesus dan Bunda Maria.

Jadi urutannya ialah pertama, Yesus, kedua Maryam dan ketiga, Allah. Mereka semua ini dianggap Tuhan oleh sekte tertentu dalam Kristen. Dengan kata-kata lain ini artinya bahwa thalith thalathah  ialah paham yang menganut ajaran triteisme (tiga tuhan) bukan trinitas. al-Quran dengan tegas menyebut keyakinan demikian sebagai keliru.

Pertanyaan selanjutnya, lalu apakah triteisme sama dengan trinitas? Kita lihat terlebih dahulu bahwa kata Trinitas  sendiri berasal dari bahasa Latin: treis ‘tiga’ dan unitas ‘satu’. Gabungan keduanya memiliki arti ‘tiga dalam yang esa’. Mungkin kira-kira terjemahan tepat dalam bahasa Arabnya ialah ath-thalath fi ahad atau thalithu ahad dan bukan thalithu thalathah.

Simpulnya trinitas ialah tiga sifat dalam dzat yang Esa. Makna demikian dapat dipertegas lagi jika kita mambaca tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir ayat min Ayil Quran karya at-Thabari. At-Thabari merangkum pandangan tathlith ini dengan mengatakan bahwa:

الإله القديم جوهر واحد يعم ثلاثة أقانيم: أبًا والدًا غير مولود، وابنًا مولودًا غير والد، وزوجًا متتبَّعة بينهما

‘Tuhan Maha Qadim itu ialah Yang Esa dalam substansi serta memiliki tiga hipostasis: Bapa yang melahirkan dan tidak dilahirkan, Putera yang dilahirkan dan tidak melahirkan, dan Roh yang menghubungkan keduanya’.

Jika Allah itu Bapa yang merupakan kiasan dari Wujud, Putera yang merupakan kiasan dari Firman/Kalam-Nya, dan Roh Kudus yang merupakan kiasan dari Hayat-Nya, maka apa yang kufur dari pandangan seperti ini? Bukankah pandangan demikian masih dalam koridor tauhid? Lalu sekte Kristen mana yang dikritik oleh al-Quran dalam surat al-Maidah ayat 73 di atas?

Untuk lebih ringkas menjawabnya, tampaknya pertanyaan terakhir yang mudah dijawab. Sekte Kristen yang dikritik oleh al-Quran ialah Kristen Najran yang heretic yang memiliki keyakinan bahwa Yesus, Maria dan Allah itu Tuhan. Dari sini kemudian muncullah doktrin yang dinamakan al-Quran sebagai thalithu thalathah. Tentu doktrin ini jelas-jelas tidak tauhid sama sekali. Allahu A’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved