Mungkinkah Afghanistan Jatuh Kembali ke Tangan Taliban?

Jika kita percaya pada penilaian intelijen Amerika yang bocor minggu ini, kejatuhan Kabul ke tangan Taliban, Ibu kota Afghanistan, hanya masalah waktu. Saya sering menerima kabar terbaru dari beberapa teman dan kolega Afghanistan yang sekarang meminta untuk keluar dari negara yang tidak aman ini. Mereka menilai bahwa dalam waktu dekat Kabul akan kembali dikendalikan oleh Taliban. Bagi sebagian orang, mungkin akan sangat mengejutkan jika kota berpenduduk sekitar 5 juta di pusat jantung negara itu akan segera jatuh ke tangan Taliban dengan begitu cepatnya. Taliban saat ini sudah menguasai ibu kota provinsi di utara. 

Tentunya, bagi pengamat yang cukup teliti terhadap peristiwa politik yang telah berlangsung sepanjang musim panas di dalam Kabinet Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan badan-badan keamanan Afghanistan, runtuhnya kekuasaan pemerintah Afghanistan saat ini sepenuhnya sudah dapat diprediksi. Semuanya seolah sudah terang dan jelas. Pemerintah Ghani berada dalam ambang kehancuran. Selain itu, jajaran kepemimpinan dinas keamanan Afghanistan juga sedang berada dalam kekacauan total.

Pada hari Rabu, Ghani mengumumkan pemecatan menteri pertahanan Afghanistan, Hayatullah Hayat, dan pengangkatan Jenderal Bismillah Khan Mohammadi sebagai penggantinya. Sebagai lulusan Akademi Militer Kabul dan mantan anggota Partai Demokratik Rakyat Afghanistan yang didukung Soviet, Khan telah mencalonkan diri untuk jabatan tertinggi militer Afghanistan sejak ia diangkat menjadi kepala staf angkatan darat pada tahun 2002. Ghani juga menggantikan panglima militer seperti Jenderal Wali Ahmadzai dan Jenderal Hibatullah Alizai yang baru menjabat delapan bulan lalu menjadi Komandan Korps Operasi Khusus elit negara.

Perombakan di tubuh militer Afghanistan ini hanyalah merupakan tanda melemahnya elemen-elemen kunci kekuasaan Ghani. Awal pekan ini, media sosial Afghanistan dihebohkan dengan berita bahwa mantan senator Afghanistan dan kepala milisi pro-pemerintah yang terkenal, Mohammad Asif Azimi, telah membelot ke Taliban dan membiarkan provinsi utara Samangan untuk dikuasai mereka. Perombakan minggu ini terjadi ketika Ghani melakukan kunjungan darurat ke kota utara Mazar-i-Sharif. Perombakan ini juga terjadi ketika Taliban terus membanjiri kubu strategis pemerintah dengan serangan-serangannya di seluruh negeri.

Selain adanya kekerasan dan adegan pembantaian yang dilakukan Taliban di seluruh negeri, ancaman terhadap stabilitas Afghanistan sendiri sebenarnya juga terletak pada lemahnyakekuasaan di tubuh pemerintah Afghanistan. Kelemahan ini sudah mulai merasuk ke dalam berbagai jajaran pemerintahan, termasuk kepala pertahanan baru Kabul, Khan, yang terlepas dari reputasinya sebagai perwira militer yang kuat dan cakap dan terkenal di kalangan masyarakat Afghanistan. Tantangan utama pemerintahan ialah perpecahan faksi yang didorong oleh motif kesukuan di tubuh Pasukan Pertahanan dan Keamanan  Nasional Afghanistan atau ANDSF.

Khan memulai karirnya sebagai perwira lalu naik jabatan dengan cepat di jajaran pasukan mujahidin anti-Soviet selama perang sipil Afghanistan pertama pada 1990-an. Kemudian ia menjadi orang kepercayaan Ahmad Shah Massoud dengan membantu "Singa Panjshir" yang legendaris tersebut untuk membangun Aliansi Utara yang menjadi tembok perlawanan anti-Taliban di pegunungan Panjshir utara. Sebagai anggota pusat dewan pengawas militer Syura-e Nazar Aliansi Utara, Khan menjabat sebagai penghubung militer utama untuk Kabul dan provinsi terdekat Parwan dan Kapisa selama perjuangan untuk merebut kembali negara itu dari Taliban untuk pertama kalinya. Bertahun-tahun kemudian, ketika orang kuat militer lama Afghanistan dan menteri pertahanan, Mohammed Fahim, meninggal pada tahun 2014, Khan menjadi kepala de facto dari salah satu faksi terpenting di militer Afghanistan—sisa-sisa bayangan dewan Syura-e Nazar —dan mendapat dukungan para pemimpin Aliansi Utara yang berpengaruh seperti Younus Qanooni, mantan ketua Wolesi Jirga, majelis rendah parlemen Afghanistan.

Faktanya, ikatan Khan yang kuat dengan Aliansi Utara sering membuatnya berselisih pendapat dengan menteri pertahanan pertama Afghanistan pada awal era pasca-Taliban, Abdul Rahim Wardak. Sebagai etnis Pashtun yang berlatih di Amerika Serikat, Wardak sering kali lebih menyukai rekan-rekan Pashtunnya untuk posisi kepemimpinan, dan dia bersikap antipati terhadap Khan. Ini tentu sering menjadi sumber gesekan di antara perwira menengah. Selama bertahun-tahun, Khan dan Wardak bersaing di tubuh pemerintahan, mulai dari soal penunjukan staf hingga perlengkapan militer, dan jaringan loyalis Khan di tingkat brigade dan batalyon diyakini menghambat gerak tentara Afghanistan.

Saya ingat betul begitu seringnya nama Khan muncul selama kunjungan lapangan saya ke pangkalan militer Afghanistan di seluruh wilayah Afghanistan. Saat saya membuat laporan militer tahun 2010 untuk International Crisis Group tentang keadaan tentara Afghanistan, nama Khan selalu muncul. Kebanyakan perwira Afghanistan yang saya temui cukup berhati-hati dalam mengkritik sepak terjangnya.

Tapi Khan, yang sering dikenal dengan inisial "BK," dinilai negatif oleh para penasihat militer Amerika, Inggris, dan Kanada yang saya temui di sepanjang kunjungan. Di kalangan para komandan NATO, Khan dikenal sedang mengambil alih kepemimpinan mafia militer yang rumit dan sangat terpecah-pecah. Sepak terjang Khan sering dikonotasikan dengan berbagai bentuk korupsi dan pencurian bantuan militer Amerika dan NATO. Saya ingat dengan jelas beberapa perwira tinggi militer Amerika mencatat daftar kelemahan dan kejahatan Khan dan berharap ia disingkirkan. Namun, pada banyak kesempatan, saya juga diberi tahu bahwa memecat Khan dapat menyebabkan perpecahan yang lebih dalam di dalam barisan dan bahkan runtuhnya tentara Afghanistan itu sendiri.

Lalu ada wakil presiden Ghani, Amrullah Saleh. Jika ada satu orang yang kemungkinan besar sangat mendukung penunjukan Khan sebagai menteri pertahanan, kemungkinan itu adalah Saleh, mantan penerjemah bahasa Inggris Massoud dan, selama bertahun-tahun selama dan setelah kematian Massoud, ia menjadi kepala penghubung faksi Aliansi Utara untuk CIA. Saleh—yang juga pernah mengepalai dinas intelijen Afghanistan, Direktorat Keamanan Nasional, atau NDS—tidak pernah mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap rekonsiliasi dengan Taliban. Cerdas dan tangguh seperti paku, Saleh masih memiliki pengaruh signifikan di kalangan faksi-faksi kunci di dinas keamanan Afghanistan, dan pikiran strategisnya yang tajam dan sikapnya yang blak-blakan telah membuatnya mendapatkan banyak rasa hormat dan kesetiaan.

Jika ada dua pejabat lain selain dari Khan dan Saleh di Kabinet Ghani yang lebih siap menghadapi momen paling berbahaya dalam sejarah negara ini, saya kurang begitu tahu. Namun meski reputasi Khan yang cukup diragukan di kalangan militer Barat dan pendekatan garis keras yang dipegang Saleh, keduanya secara historis menunjukkan tekad yang kuat untuk menggunakan segala cara yang diperlukan untuk membela dan mempertahankan Kabul. Pertanyaannya adalah apakah bagian lain dari lingkaran kepemimpinan Ghani dapat atau tetap harus bertahan. Selama berbulan-bulan, para pejabat di Pakistan dan Amerika Serikat telah menekan Ghani untuk mencopot penasihat keamanan nasionalnya, Hamdullah Mohib, dari jabatannya. Ketegangan antara Mohib dan pejabat Departemen Luar Negeri AS pertama kali merebak dua tahun lalu di tengah kebuntuan pembicaraan antara pemerintah Ghani dan Taliban. Kemudian, pada akhir Mei tahun ini, kepala staf militer Pakistan, Jenderal Qamar Javed Bajwa, dilaporkan mengatakan kepada Ghani bahwa dia tidak akan lagi bertemu dengan Mohib setelah Mohib tampaknya menuduh Pakistan mendukung Taliban dan menyamakan negara itu dengan rumah bordil.

Dengan membaca peta politik seperti ini, mungkin tidak akan butuh waktu lama Mohib juga terpaksa turun. Bahkan jika bertahan secara politik, tidak ada jaminan pemerintah Ghani akan mempertahankan Mohib.

Berbicara secara realistis, hanya ada sedikit waktu untuk Ghani bergerak secara lebih cepat. Jika Kabul jatuh seperti yang diperkirakan, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi padanya. Kita hanya bisa berharap dia tidak mengalami nasib yang sama seperti pendahulunya di era Soviet, Mohammed Najibullah, yang menemui akhir yang sangat mengerikan ketika Taliban merebut Kabul pada tahun 1996.

Ada alasan menarik untuk percaya bahwa para pemimpin Taliban di Doha akan mencoba menghindari eksekusi mati terhadap Ghani kali ini. Lagi pula, AS dan Uni Eropa hampir pasti akan menarik bantuan ke Afghanistan dan memberikan sanksi lagi kepada Taliban jika Ghani diturunkan secara lebih buruk lagi dari pendahulunya. Gedung Putih, pada kenyataannya, telah mengatakan banyak hal. Namun, ada alasan yang sama baiknya untuk percaya bahwa anggota tinggi dewan militer Taliban di seberang perbatasan di kota Quetta dan Karachi di Pakistan mungkin memiliki ide yang berbeda tentang apa yang harus terjadi pada Ghani dan lingkaran dekatnya jika Taliban mengambil alih orang Afghanistan. Namun memang benar-benar tidak banyak bukti Taliban akan bertindak dengan kebijaksanaan dan disiplin ketika berurusan dengan Ghani.

Presiden AS Joe Biden benar-benar benar bersikeras bahwa penarikan Amerika dari Afghanistan saat ini merupakan keputusan yang tepat. Tidak ada yang dilakukan AS pada titik ini pada tataran strategi militer. Padahal kelemahan strategis pemerintah Afghanistan akan berdampak panjang. Namun, meskipun gaya kepemimpinan Ghani jelas tidak terlalu memuaskan. Washington, Gedung Putih dan pejabat senior di Departemen Luar Negeri dan Pentagon perlu mulai bertanya pada diri sendiri, seperti apa jadinya jika Ghani dibiarkan berjuang sendiri.

Kemudian mereka perlu mengajukan pertanyaan yang sama secara blak-blakan kepada para pemimpin di Pakistan, Cina, Iran, India, dan Rusia, yang semuanya berebut posisi terdepan di Afghanistan pasca-AS yang dikelola Taliban. Bagaimanapun, Kabul akan jatuh ke tangan Taliban dalam waktu dekat. Kejatuhan Kabul ke tangan Taliban akan memiliki dampak serius yang akan menodai semua usaha-usaha perdamaian dan pemberantasan terorisme.

 

Diterjemahkan dari Afghanistan’s Collapse Begins at the Top

Penulis: Candace Rondeaux

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2021, Dialektika.or.id All Rights Reserved