MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ): Antara Dakwah dan Kompetisi
Rp110000
MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN: Antara Dakwah dan Kompetisi
Penulis: Abon Ronaldi, M.A
ISBN: 978-623-88370-5-2
Setting Layout: Meki Polanda
Desain Cover: M. Syamsul Arifin
Ukuran
312 hlm, 14,8×21 cm
Cetakan pertama, Desember 2022
Diterbitkan oleh:
LEMBAGA KAJIAN DIALEKTIKA
ANGGOTA IKAPI
Jl. Villa Dago Raya No. A257
Telp. (021) 7477 4588
Tangerang Selatan 15415
email. [email protected]
web: www.dialektika.or.id
Copy Right©2022 by LEMBAGA KAJIAN DIALEKTIKA
Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Pertama kali diterbitkan di Indonesia dalam Bahasa Indonesia oleh Lembaga Kajian Dialektika. Dilarang mengutip atau memperbanyak baik sebagian ataupun keseluruhan isi buku dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. All right reserve
Deskripsi
Seperti apa makna dakwah yang anda ketahui? Tentunya, sebagian kalangan menjawab dakwah adalah proses tabligh yang disampaikan oleh orator dakwah pada mimbar keagamaan. Akan tetapi, melihat dalam konteks teoretis dan praktis, sebenarnya makna dakwah itu sangat luas. Bahkan seringkali seseorang tidak sadar bahwa tindakannnya mengandung unsur-unsur dakwah. Lantas, seperti apa esensi dakwah yang sebenarnya? Buku ini hadir sebagai ikhtiar penulis untuk mengembangkan konsep-konsep dakwah agar lebih meluas, yang pada akhirnya aspek dakwah dapat terkoneksi dengan realitas kehidupan sosial masyarakat.
Pada awal pelaksaannya secara formal di tahun 1968, kegiatan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) berlangsung khidmat. Saat itu, al-Qur’an membumi di tanah Makassar dan dirasakan masyarakat secara langsung. Kekhidmatan tersebut semakin terasa karena belum meluapnya kontestasi antar kontigen. Hal tersebut relevan dengan tujuan dari kegiatan MTQ yakni sebagai upaya Pemerintah untuk membumikan al-Qur’an di tanah air. Akan tetapi dewasa ini apakah kegiatan MTQ masih dengan suasana yang sama jika dikomparasikan saat perdana dilaksanakan? Melihat dari tingginya tingkat persaingan antar kontigen untuk meraih juara, maka realitas ini seolah-olah menggeser dari tujuan utama kegiatan MTQ. Selain itu, persaingan yang kuat antar daerah tentu mendorong adanya potensi untuk melakukan segala hal untuk memenuhi kebutuhan akan prestasi.
Wajar saja jika eksistensi MTQ yang memperlombakan al-Qur’an, mendapat stigma negatif di kalangan ulama Indonesia. Mishbah bin Zainil Mushtafa di dalam karyanya al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil melihat kompetisi al-Qur’an tidak relevan dengan konsep dakwah. Sehingganya al-Qur’an tidak harus diperlombakan demi menjaga orisinalitasnya. Lantas, dibalik kondisinya yang kontradiktif tersebut, apakah kegiatan MTQ yang dijustifikasi sebagai ajang pembumian al-Qur’an masih layak untuk dilaksanakan? Setidaknya, dengan mengelaborasi berbagai teori komunikasi Islam buku ini memperdebatkan apakah MTQ sejalan dengan prinsip dakwah ataukah hanya sebatas ajang seremonial belaka.