Diskusi Lembaga Kajian Dialektika: Tasawuf Tidak Murni dari Islam, Ini Kata Kang Aziz
Mistisisme dalam Islam atau yang sering disebut dengan tasawuf merupakan ajaran yang berasal dari luar Islam. Abdul Aziz, atau yang akrab disapa Kang Aziz menyebutkan tasawuf berasal dari pengalaman batin kebudayaan Yunani, Persia, dan India
Dalam diskusi online yang diadakan oleh Lembaga Kajian Dialektika, Kamis (23/07/2020), Kang Aziz menjelaskan jejak-jejak ajaran mistisisme pra Islam terhadap tasawuf, baik itu tasawuf sunni yang diwakili oleh al-Ghazali atau tasawuf falsafi yang diwakili Ibn Arabi
“Genealogi pengetahuan mistisisme Islam, kata Ibnu Khaldun, dapat dilihat dari ajaran Syiah Ismailiyyah, terutama yang direpresentasikan oleh Ikhwan as-Shofa,” jelas Kang Aziz.
Keterangan dari Ibnu Khaldun ini, kata Kang Aziz, dapat diperkuat lagi dengan keterangan dari Festugiere dalam karyanya yang berjudul La Revelation d’Hermes Trismejiste.
Menurut Kang Aziz, Festugiere merupakan ahli agama-agama kuno. Fokus penelitiannya banyak diarahkan kepada filsafat agama Hermes.
Hermes merupakan salah satu sosok dewa terkenal dalam kebudayaan Yunani. Dengan mengutip pandangan Mubasyir bin Fatik dari karyanya yang berjudul Mukhtarul Hikam wa Mahasin al-Kalim, Kang Aziz menjelaskan bahwa Hermes dalam tradisi Islam dikenal sebagai Nabi Idris.
“Atas dasar ini, sangat wajar dalam dunia esoterisme Islam nama Hermes ini sering dibubuhi dengan sebutan Alaihis Salam. Ini seperti yang dapat kita temukan pada karya al-Buni yang berjudul Syamsul Ma’arif al-Kubra dan Manba’ Usul al-Hikmah. Jadi kitab yang menjadi rujukan ahli hikmah ini ternyata asal-usulnya juga bisa dilacak kepada kebudayaan Yunani Kuna,” demikian papar Kang Aziz.
Festugiere dalam La Revelation d’Hermes Trismejiste menjelaskan bahwa filsafat keagamaan Hermes berbasis pada keyakinan mengenai adanya dua model Tuhan: Pertama, Tuhan transendental. Kedua, Tuhan Pencipta.
Berbasis pada penjelasan Festugiere ini, Kang Aziz kemudian memberikan contoh teks-teks mistisisme Islam yang dipengaruhi ajaran Hermes. Kang Aziz mencontohkan Imam al-Ghazali dan Syaikh al-Akbar Ibn Arabi.
“Dengan menimba inspirasi dari penjelasan Festugiere tentang ciri-ciri teks Hermes, kita dapat temukan bahwa al-Ghazali dalam kitab Misykat al-Anwar mengadopsi konsep dualism ketuhanan ini dan mengubahnya dengan istilah-istilah yang sangat islami. Tuhan Transendental diungkapkan kembali oleh al-Ghazali dengan sebutan al-Munazzah al-A’la. Sedangkan Tuhan Pencipta diartikulasikan kembali oleh al-Ghazali dengan sebutan al-Mutha,” demikian paparnya.
Lebih jauh lagi, konsep Nous/akal yang beremanasi dari Yang Esa (To Hen) mendapatkan manifestasinya dalam tradisi mistisisme Islam pada konsep Nur Muhammad atau hakikat muhammadiyyah. Sebelumnya konsep Nous ini dikenalkan oleh Plotinus dalam Enneads-nya.
“Jadi Ibnu Arabi yang memperkenalkan istilah Nur Muhammad dalam kitab al-Futuhat al-Makkiyyah itu mendapat basis inspirasinya dari Neoplatonisme,” demikian jelas Kang Aziz. (*)