Diskusi Lembaga Kajian Dialektika: Tiga Tantangan Sistem Pembelajaran Daring di Indonesia
Pemberlakuan pembelajaran jarak jauh atau daring saat ini masih menjadi topik hangat menyusul penerapan metode baru pembelajaran di Indonesia. Setidaknya mulai terlihat tantangan nyatanya yaitu keluhan kebutuhan Biaya Mahal karena internte, ancaman menururnnya kualitas dan potensi hilangnya integritas akademik, hingga outcome yang sampai saat sekarang belum terlihat nyata hasil pembelajaran daring.
Hal ini muncul dalam Kajian Rutin Kamis Malam Lembaga Kajian Dialektika, Pada kamis (16/07/2020). Lembaga Kajian Dialektika menghadirkan virtual discussion dengan tema “Literasi Digital, Tantangan Pembelajaran Jarak Jauh di Perguruan Tinggi”. Hadir sebagai Nara Sumber; Agung Prihantoro M.Pd. (Dosen Universitas Cokro Aminoto Yogayakarta), DR. Muhammad Murtadho (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagmaaan Kemenag RI) dan DR. Ahmad Suryadi Nomi (Pengamat Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Bersama Moderator Muhamamd Khutub, Direktur Lembaga Kajian Dialektika.
Muhamad Murtadho, dalam pemaparannya menyinggung soal rendahnya peringkat Indonesia di bidang literasi. Posisi Indonesia masih di bawah Negara Thailand untuk peringkat PISA (Program for International Student Assessment) se-ASEAN.
“Saat ini kita tertinggal di ASEAN, peringkat Indonesia masih di bawah Thailand dan hanya di atas Negara Filipina. Data rangking PISA menunjukkan literasi di Indonesia masih belum baik”. Kata Murtdho dalam paparannya.
Terkait dengan literasi. Literasi digital menurut Murtadho, yang juga ASN di Kementrian Agama di Puslitbang menyampaikan bahwa ada tanggapan positif khususnya kalangan mahasiswa. Murtadho mengutip data riset tentang pembelajaran daring dimana menunjukkan bahwa 82% mahasiswa menyukai model pebelajaran daring atau online. Meskipun untuk kalangan SLTA masih belum disukai oleh kalangan pelajar sistem pembelajaran daring.
Namun, Literasi digital melalui pembelajaran daring memiliki tantangan berat mulai dari kebutuhan pembiayaan yang tidak sedikit, ancaman menurunnya peran metode evaluasi yang ada dan juga potensi hilangnya integritas akademik di perguruan tinggi akibat pembelajaran daring. Ujar Murtadho dalam pemaparannya.
Hal senada disampaikan oleh Agung Prihantoro, Menurutnya tantangan pembelajaran daring adalah semua harus memiliki alat minimal laptop, komputer, dan gadget. “Tidak semua rumah saat ini mempunyai gadget, sambungan jaringan internet, ini menjadi tantangan pembelajaran daring karena tidak semua punya gadget sementara pembelajaran daring mengharuskan adanya gadget dan juga akses internet”. Terang Agung Prihantoro.
Agung Prihantoro menambahkan, bahwa dampak pembelajaran daring sangat besar kepada perguruan tinggi. “Dampak pembelajaran daring bagi perguruan tinggi adalah menurunnya jumlah mahasiswa perguruan tinggi, ancaman menurunnya kualitas lulusan perguruan tinggi, dan kelemhan masalah kebutuhan kuota, gadget dan sata. Ditambah hingga saat ini belum ada pembuktian bahwa pembelajran daring kualitasnya dapat melahirkan output dan outcome yang berkualitas”. Jelas Agung, yang juga dosen Univ Cokroaminoto Yogyakarta.
Sementara itu, DR Ahmad Suryadi Nomi menyinggung soal masih banyaknya tantangan literasi digital diantaranya adalah bahan-bahan atau konten pembelajaran digital saat ini ketersediannya masih terbatas meskipun saat ini sudah ada platformnya seperti ruang guru dan MOOC.
“Pengembangan leraning manajemen sistem (LMS) saat ini di Indonesia belum banyak dikembangkan. Sehingga pembelajaran digital saat ini masih dalam bentuk open online dalam bentuk zoom aplikasi. Pengembangan aplikasi LMS, pengembangan konten bahan ajar dan penyiapan SDM masih menjadi tantangan dalam literasi digital di Indonesia”. Ujar Suryadi Nomi dalam pemaparannya.